Jakarta, CNN Indonesia --
Keluarga salah satu korban pemerkosaan oleh pimpinan pondok pesantren di Kota Bandung mendesak agar pelaku berinisial HW (36) dihukum kebiri atau penjara seumur hidup.
HW diketahui didakwa melakukan pencabulan terhadap belasan santrinya dan dituntut 15-20 tahun penjara.
Keluarga salah satu korban, HD, berharap agar publik ikut mengawal kasus ini sampai tuntas, sehingga tidak ada celah hukuman ringan untuk HW.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sangat tidak menerima. Tadi ada kumpulan di sini habis Jumatan berdoa bareng, kami tidak menerima kalau hanya 15 tahun, maksimal dikebiri, minimalnya penjara seumur hidup," kata HD saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (10/12).
HD kemudian menjelaskan kronologi kasus pemerkosaan dari korban. Awalnya, saat korban pulang kampung kala Idulfitri lalu, keluarga mencurigai tingkah laku korban yang aneh. Postur tubuh korban juga mulai menunjukkan perbedaan sehingga keluarga menanyakan apakah korban sedang mengandung.
Korban, menurut HD, memang menunjukkan sikap berbeda seperti murung, diam, dan tidak ingin makan selama beberapa hari. Atas desakan sekaligus dukungan keluarga, korban akhirnya bercerita bahwa dirinya tengah hamil setelah diperkosa oleh pimpinan Ponpes, HW.
"Kita terus bujuk, dan akhirnya baru keluar kata-kata dia itu memang hamil dan bukan hanya dia yang jadi korban perkosaan," jelas HD.
Berdasarkan pengakuan korban, HD kemudian mengumpulkan keluarga para korban yang berada di kampungnya, di Kabupaten Garut. Pada Mei 2021 itu, menurutnya ada empat remaja yang diketahui menjadi korban perkosaan itu.
HD menyebut, banyak warga di kampungnya tersulut amarah dan berniat mendatangi Ponpes untuk ramai-ramai membakar. Namun HD berhasil menenangkan warga dan langsung menuju Polda Jawa Barat.
"Polisi kemudian menyelidiki laporan kami dan diungkap mungkin, terus pelaku ditangkap itu," kata dia.
 Asrama pondok pesantren di Antapani, Bandung, dimana pimpinannya jadi terdakwa kasus pemerkosaan. (CNN Indonesia/Huyogo) |
HD juga mengungkapkan, para korban diperkosa dengan disertai berbagai ancaman dan modus. Salah satunya, korban akan dikeluarkan dari Ponpes, hingga diiming-imingi posisi pada pekerjaan tertentu.
Korban yang tidak memiliki kuasa juga dilarang berinteraksi dengan warga, apalagi korban tidak diberikan akses telekomunikasi sehingga tidak bisa memberikan kabar kepada keluarga masing-masing. Pun korban pulang kampung dijadwalkan hanya setahun sekali.
Sementara itu, para keluarga korban awalnya tidak menaruh curiga pada HW lantaran pelaku selalu memberikan informasi perihal perkembangan anak-anak mereka dengan baik.
"Si pelaku bejat ini dia pandai ngomong lembut, wah kayak malaikat dia itu ngerayu," ujarnya.
Adapun HD menginformasikan saat ini kondisi sejumlah santriwati korban perkosaan itu sudah mulai membaik secara fisik dan psikis. Ia menyebut, sejauh ini pihaknya telah dibantu oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut.
Para korban kini sudah mulai bisa diajak berkomunikasi dan bertemu orang asing. Korban juga disebut sudah mulai memiliki semangat untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi, namun dengan tetap melihat kondisi korban saat ini dan ke depannya.
HD juga telah meminta masyarakat sekitar untuk tidak memberikan stigma negatif pada para korban. Menurutnya, sejauh ini warga sekitar sudah cukup suportif.
"Saya selalu bilang ke korban begini, 'Kamu itu salah satu pahlawan, kalau kamu tidak mengaku dan ketahuan, 10 tahun ke depan banyak orang yang jadi korban oleh pelaku bejat itu. Kamu bukan suka sama suka, anak juga kena tekanan dan paksaan jangan takut, malu, ragu," ujar HD.
Kasus yang menjerat HW saat ini telah masuk proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung. HW didakwa melakukan perbuatan cabul tersebut terhadap 14 santri dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Agus Murjoko mengatakan, seluruh saksi korban telah dihadirkan dalam persidangan untuk diklarifikasi keterangannya pada Selasa (7/12). Sidang berlangsung secara tertutup di ruang sidang anak dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo Suryo Adi.
Agus menjelaskan perbuatan keji tersebut sudah dilakukan oleh HW sejak 2016 hingga 2021. Terdapat beberapa lokasi yang kerap dipilih oleh HW untuk menjalankan aksinya tersebut, seperti Yayasan KS, Yayasan pesantren TM, Pesantren MH, base camp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Agus mengatakan sidang kasus dakwaan pemerkosaan oleh HW akan kembali digelar oleh PN Kelas IA Khusus Bandung pada Selasa, (21/12). Pada persidangan kedelapan atas kasus bernomor perkara 989/Pid.Sus/2021/PN Bdg tersebut, masih mengagendakan pemeriksaan saksi yang diajukan oleh JPU.
Atas perbuatannya tersebut, HW didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 tahun penjara.
Selain itu, HW juga didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
 Infografis Ragam Laku Pelecehan Seksual. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi) |