Sementara itu, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi, mengatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold merupakan insentif atau penghargaan bagi partai politik (parpol) yang telah berjuang di pemilihan umum (pemilu).
Menurutnya, presidential threshold juga penting untuk mencegah pasangan presiden dan wakil presiden terpilih tidak mendapatkan dukungan dari parlemen.
"Adanya presidential threshold sebagai bentuk insentif atau penghargaan kepada parpol yang sudah berjuang di pemilu. Selain itu, jangan sampai presiden terpilih nantinya tidak dapat dukungan di parlemen sehingga akan menghambat kebijakan yang dibuatnya," kata pemilik sapaan akrab Awiek itu kepada wartawan, Rabu (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan memang usul presidential threshold 0 persen merupakan hal yang sah untuk disampaikan sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Pihaknya juga tak mempersoalkan langkah sejumlah pihak mengajukan uji materi terkait presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, langkah tersebut dilindungi undang-undang.
Namun, ia mengingatkan, gugatan terhadap UU Pemilu agar presidential threshold turun menjadi 0 persen sudah sering dilakukan dan selalu ditolak MK. Awiek mengingatkan dalam putusan sebelumnya MK memberikan kekuasan kepada pembentuk UU, yaitu DPR dan pemerintah, untuk mengtur mengenai ketentuan soal ambang batas.
Dan, sambungnya, DPR bersama pemerintah pun belum berencana merevisi UU Pemilu hingga saat ini.
"Sejauh ini belum ada rencana merevisi UU Pemilu sehingga ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tetap berlaku sepanjang menyangkut pasal-pasal yang tidak dibatalkan MK," tutur Awiek.
Sebagai informasi, ambang batas pencalonan presiden di pasal 222 UU Pemilu selalu menarik perhatian. Pasal ini setidaknya sudah digugat 13 kali di Mahkamah Konstitusi. Namun, belum ada satu pun gugatan yang dikabulkan.
Dalam sepekan terakhir, ada tiga gugatan terkait pasal tersebut. mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Waketum Partai Gerindra Ferry Juliantono, serta anggota DPD Bustami Zainuddin dan Fachrul Razi memohon MK untuk membatalkan pasal 222 UU Pemilu yang berisi aturan ambang batas pencalonan presiden.