Jakarta, CNN Indonesia --
Tagar #NoViralNoJustice ramai diperbincangkan di media sosial dalam beberapa waktu terakhir.
Para netizen Indonesia mengeluhkan klaim mereka bahwa kinerja Polri kerap baru menangani kasus secara serius setelah viral di media sosial.
Merespon kritikan masyarakat tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta agar fungsi pengawasan dapat dijalankan dengan lebih kuat lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia meminta agar jajaran pengawasan di Polri dapat menangkap fenomena tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi kinerja dan pelayanan kepada masyarakat.
Mantan Kabareskrim Polri itu meminta agar jajaran anak buahnya dapat menerima semua persepsi-persepsi yang muncul di publik terkait dengan kinerja kepolisian.
"Muncul fenomena No Viral No Justice. Jadi kalau tidak diviralkan, maka hukum tidak berjalan. Mereka melihat bahwa yang diviralkan kecenderungannya akan selesai dengan cepat. Ini tentunya adalah fenomena yang harus kemudian kita (Polri) evaluasi kenapa ini bisa terjadi," ujar Listyo dalam rapat koordinasi analisis dan evaluasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri di Yogyakarta, Jumat (17/12).
Dia menegaskan bahwa kritik tersebut merupakan waktu bagi organisasi untuk memperbaiki diri, berbenah, dan memberikan yang lebih baik. "Untuk memenuhi harapan masyarakat," cetusnya.
Berikut rangkuman CNNIndonesia.com soal sejumlah kasus yang viral dan menjadi perhatian Polri.
1. Dugaan Pelecehan Seksual Pegawai KPI
Seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS mengaku telah menerima tindakan perundungan, perbudakan, hingga pelecehan seksual oleh kolega kantornya sejak ia bekerja pada 2012 silam.
Selama masa perundungan dan pelecehan seksual tersebut, MS mengaku sempat melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian, tepatnya ke Polsek Gambir pada 2019. Alih-alih ditanggapi secara serius, MS mengaku laporannya tidak diterima petugas.
MS juga diminta untuk melapor lebih dulu kepada atasan di KPI agar diselesaikan secara internal.
Selang setahun kemudian, MS kembali mencoba melapor ke Polsek Gambir, namun laporan ini juga kembali tidak membuahkan hasil. MS akhirnya menuliskan kasus perundungan dan pelecehan seksual yang dialaminya dalam sebuah surat terbuka yang kemudian viral di media sosial Twitter pada awal September 2021.
Setelah kasus ini viral, barulah kemudian Kepolisian mulai bergerak menindaklanjuti kasus ini. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat Kompol Wisnu Wardhana membenarkan MS telah kembali membuat laporan atas kasusnya. "Iya benar yang bersangkutan sudah melapor," ujarnya, Kamis (2/9) lalu.
Kasus lainnya yang diusut serius setelah viral bisa dibaca di halaman berikut >>>
2. Pemerkosaan 3 anak di Luwu Timur
Kasus kedua yang tampak baru ditangani pasca viral di media sosial merupakan kasus pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kasus ini kembali viral pada Oktober lalu meski kepolisian telah menghentikan penanganan kasus tersebut sejak Desember 2019 karena minim bukti.
Padahal, proses penyelidikan baru dilakukan dua bulan sejak istri dari terduga pelaku membuat pengaduan ke polisi pada 2019 silam.
Penutupan kasus juga dirasa memiliki sejumlah kejanggalan. Setelah ramai di media sosial pada awal Oktober kemarin, Polres Luwu Timur akhirnya kembali membuka kasus tersebut dan melakukan penyelidikan baru.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, penyidik setempat telah membuat laporan model A pada 12 Oktober 2021 untuk menyelidiki kasus tersebut.
"Penyidik telah membuat laporan polisi model A tertanggal 12 Oktober 2021 perihal adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur. Ditulis pelaku dalam proses lidik," ujarnya dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (14/10).
Hingga saat ini kasus tersebut masih bergulir, namun belum ada kesimpulan yang disampaikan oleh kepolisian terkait dugaan kasus pencabulan itu.
3. Kasus Pemerkosaan Novia Widyasari
Kasus ini terungkap pertama kali setelah cerita seorang mahasiswi di perguruan tinggi negeri Jawa Timur, Novia Widyasari, yang meninggal bunuh diri viral di media sosial pada awal Desember kemarin.
Novia diketahui meninggal bunuh diri setelah menenggak racun di pusara mendiang ayahnya.
Salah satu warganet yang mengaku teman dekat Novia kemudian mengunggah foto percakapan yang menyebutkan korban tengah mengalami depresi karena masalah asmara.
Mendiang Novia disebut memiliki hubungan asmara dengan anggota Polres Pasuruan Jawa Timur, Bripda Randy Bagus Hari Sasongko, dan sang kekasih memaksanya melakukan aborsi setelah kedapatan hamil.
Berdasarkan informasi Komnas Perempuan, Novia dipaksa aborsi dua kali. Pada aborsi yang pertama, korban diminta meminum obat-obatan, pil Keluarga Berencana (KB), hingga jamu-jamuan. Bahkan, korban disebut dipaksa melakukan hubungan seksual yang tidak wajar.
Sementara, pemaksaan aborsi kedua dilakukan dengan memasukan obat ke vagina. Novia juga mengalami pendarahan, trombosit berkurang, hingga jatuh sakit.
Buntut kasus tersebut, Polri menindak tegas Bripda Randy Bagus melalui pemberhentian tidak hormat (PTDH). Tidak hanya itu, Bripda Randy juga akan diproses pidana sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan.
"Tindak tegas baik sidang kode etik untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.
4. Penolakan Laporan Pencurian oleh Polsek Pulogadung
Polres Metro Jakarta Timur menerima laporan salah seorang warga korban aksi pencurian.
Warga tersebut mengaku menjadi korban pencurian dan laporannya ditolak oleh Polsek Pulogadung.
Sebelumnya, korban yang bernama Meta Kumala membagikan cerita penolakan laporannya oleh polisi itu ke media sosial.
Dalam pengakuannya, saat ia membuat laporan kasus pencurian, anggota polisi yang bertugas justru menyarankannya untuk pulang dan menenangkan diri.
Bahkan, anggota polisi tersebut justru menyalahkan korban kenapa memiliki kartu ATM dalam jumlah banyak.
Buntutnya, Aipda Rudi Panjaitan, anggota Polsek Pulogadung yang menolak laporan korban pencurian dijatuhi sanksi hukuman berupa mutasi keluar Polda Metro Jaya.
Sanksi tersebut merupakan keputusan dalam Sidang Kode Etik Profesi Polri yang digelar pada Jumat (17/12) mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.15 WIB.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan dalam persidangan itu Rudi dinyatakan bersalah telah melakukan pelanggaran aturan.
"Menetapkan Aipda Rudi Panjaitan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 kemudian menjatuhkan sanksi etika dan administrasi," kata Zulpan kepada wartawan.