Kasus kedua yang tampak baru ditangani pasca viral di media sosial merupakan kasus pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kasus ini kembali viral pada Oktober lalu meski kepolisian telah menghentikan penanganan kasus tersebut sejak Desember 2019 karena minim bukti.
Padahal, proses penyelidikan baru dilakukan dua bulan sejak istri dari terduga pelaku membuat pengaduan ke polisi pada 2019 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penutupan kasus juga dirasa memiliki sejumlah kejanggalan. Setelah ramai di media sosial pada awal Oktober kemarin, Polres Luwu Timur akhirnya kembali membuka kasus tersebut dan melakukan penyelidikan baru.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, penyidik setempat telah membuat laporan model A pada 12 Oktober 2021 untuk menyelidiki kasus tersebut.
"Penyidik telah membuat laporan polisi model A tertanggal 12 Oktober 2021 perihal adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur. Ditulis pelaku dalam proses lidik," ujarnya dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (14/10).
Hingga saat ini kasus tersebut masih bergulir, namun belum ada kesimpulan yang disampaikan oleh kepolisian terkait dugaan kasus pencabulan itu.
Kasus ini terungkap pertama kali setelah cerita seorang mahasiswi di perguruan tinggi negeri Jawa Timur, Novia Widyasari, yang meninggal bunuh diri viral di media sosial pada awal Desember kemarin.
Novia diketahui meninggal bunuh diri setelah menenggak racun di pusara mendiang ayahnya.
Salah satu warganet yang mengaku teman dekat Novia kemudian mengunggah foto percakapan yang menyebutkan korban tengah mengalami depresi karena masalah asmara.
Mendiang Novia disebut memiliki hubungan asmara dengan anggota Polres Pasuruan Jawa Timur, Bripda Randy Bagus Hari Sasongko, dan sang kekasih memaksanya melakukan aborsi setelah kedapatan hamil.
Berdasarkan informasi Komnas Perempuan, Novia dipaksa aborsi dua kali. Pada aborsi yang pertama, korban diminta meminum obat-obatan, pil Keluarga Berencana (KB), hingga jamu-jamuan. Bahkan, korban disebut dipaksa melakukan hubungan seksual yang tidak wajar.
Sementara, pemaksaan aborsi kedua dilakukan dengan memasukan obat ke vagina. Novia juga mengalami pendarahan, trombosit berkurang, hingga jatuh sakit.
Buntut kasus tersebut, Polri menindak tegas Bripda Randy Bagus melalui pemberhentian tidak hormat (PTDH). Tidak hanya itu, Bripda Randy juga akan diproses pidana sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan.
"Tindak tegas baik sidang kode etik untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.
Polres Metro Jakarta Timur menerima laporan salah seorang warga korban aksi pencurian.
Warga tersebut mengaku menjadi korban pencurian dan laporannya ditolak oleh Polsek Pulogadung.
Sebelumnya, korban yang bernama Meta Kumala membagikan cerita penolakan laporannya oleh polisi itu ke media sosial.
Dalam pengakuannya, saat ia membuat laporan kasus pencurian, anggota polisi yang bertugas justru menyarankannya untuk pulang dan menenangkan diri.
Bahkan, anggota polisi tersebut justru menyalahkan korban kenapa memiliki kartu ATM dalam jumlah banyak.
Buntutnya, Aipda Rudi Panjaitan, anggota Polsek Pulogadung yang menolak laporan korban pencurian dijatuhi sanksi hukuman berupa mutasi keluar Polda Metro Jaya.
Sanksi tersebut merupakan keputusan dalam Sidang Kode Etik Profesi Polri yang digelar pada Jumat (17/12) mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.15 WIB.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan dalam persidangan itu Rudi dinyatakan bersalah telah melakukan pelanggaran aturan.
"Menetapkan Aipda Rudi Panjaitan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 kemudian menjatuhkan sanksi etika dan administrasi," kata Zulpan kepada wartawan.
(tfq/rds)