Surabaya, CNN Indonesia --
Sindikat pelaksana vaksinasi dosis ke-3 berbayar muncul di Kota Surabaya, Jawa Timur. Praktik ini diduga ilegal, sebab mendahului program pemerintah yang baru akan menggelar program vaksinasi booster bagi masyarakat umum pada Januari 2022 mendatang.
Seorang warga Surabaya, Budiman (bukan nama sebenarnya), jadi salah satu orang yang menerima booster itu setelah menerima pemberitahuan dan membayar Rp250 ribu. Vaksin booster yang diterimanya merek Sinovac.
Budiman yang sekaligus menjadi informan dalam laporan ini membeberkan sejumlah kejanggalan pelaksanaan vaksin dosis ke-3 tersebut, ke pada tim liputan kolaborasi sejumlah jurnalis di Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Informasi lewat WhatsApp
Budiman mengatakan, ia pertama kali mengetahui informasi program vaksin berbayar ini melalui sebuah pesan yang dikirim salah seorang kenalannya melalui WhatsApp, awal Desember 2021.
Di pesan itu tertulis bahwa vaksinasi digelar terbatas hanya untuk 300 orang. Dalam pesan itu juga tertera sebuah tautan formulir pendaftaran yang ketika diklik tertulis 'booster Sinovac'.
"Awalnya saya dapat sebaran WhatsApp dari kenalan saya, di sana tertulis vaksin booster terbatas," kata Budiman, kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/12).
Menurutnya, pesan itu berbeda dengan undangan vaksin dosis pertama dan kedua yang ia terima dari RT di kampung tempat tinggalnya.
"Kalau yang dulu [vaksin dosis 1 dan 2] saya dapat undangan WhatsApp dari Pak RT," ujarnya.
Biaya Rp250 Ribu
Usai mengisi formulir pendaftaran online dari pesan yang dikirimkan itu, beberapa hari kemudian Budiman dihubungi oleh seorang berinisial Y, yang merupakan panitia pelaksana vaksinasi booster.
Panitia itu, meminta Budiman mentransfer uang Rp250 ribu, ke rekening bank atas namaYE.
"Setelah isi nama, nomor telepon dan alamat, selang lima harian saya dihubungi seseorang lewat WhatsApp, dan saya diminta transfer biaya sebesar Rp250 ribu," ucapnya.
Hal ini, kata dia jelas berbeda dengan vaksin pertama dan kedua yang sebelumnya ia dapatkan secara gratis, dengan difasilitasi oleh pemerintah setempat.
Tempat tersembunyi
Usai mentransfer uang tersebut, Budiman kembali dihubungi oleh panitia berinisial Y. Ia diminta datang ke lokasi vaksinasi yang terletak di Jalan Biliton, Gubeng, Surabaya.
Setelah sampai di alamat tersebut, Budiman sempat kebingungan lantaran ia tak melihat penanda apapun. Yang ada di depan matanya adalah kantor jasa pengiriman barang.
"Di lokasi pertama saya datang di kantor jasa pengiriman barang, saya sempat bingung di sana," ucapnya.
Namun, karena kondisi kesehatannya tidak fit, Budiman pun tertunda untuk mendapatkan vaksin dosis ke-3 pada hari itu. Oleh panitia ia pun diminta datang lagi pada pelaksanaan vaksinasi berikutnya.
Sekitar dua pekan kemudian, Budiman pun diminta datang ke lokasi vaksinasi yang berada di sebuah cafe bilangan Kapasari, Surabaya.
"Lokasi yang kedua itu di cafe di Kapasari. Vaksin dilakukan di lantai duanya, itu pun kayak tempat yang belum selesai dibangun," kata Budiman.
Saat divaksin dosis 1-2 beberapa bulan lalu, lokasi vaksinasi berada di tempat publik yang mudah ditemukan. Yakni di Stadio Gelora 10 November dan Lapangan Makodam Surabaya.
Tak Tercatat di PeduliLindungi
Usai mendapatkan vaksinasi dosis ke-3, Budiman mengatakan, bahwa riwayat imunisasi yang baru saja ia jalani itu tak terekam dalam aplikasi PeduliLindungi.
Keterangan aplikasi di ponselnya tetap sama, ia hanya dinyatakan sudah menjalani vaksin dosis pertama dan kedua. Sementara yang ketiga, nihil.
"Saya sempat cek di aplikasi PeduliLindungi di handphone, enggak ada keterangan apa-apa, masih tetap dosis 1 dan 2 aja yang ada keterangannya," kata Budiman.
Tak hanya itu, sebelum vaksin pun, ia juga tak dimintai data apapun. Hal ini berbeda dengan vaksinasi dosis pertama dan kedua yang ia jalani beberapa bulan lalu.
"Kalau yang dulu [dosis vaksin 1 dan 2] kan harus memperlihatkan KTP dan surat dari RT tentang persetujuan saya untuk divaksin. Tapi yang ini enggak ada syarat apa-apa, nunjukin KTP pun enggak," ujar dia.
Tanpa skrining kesehatan hingga dibantah Dinkes, di halaman berikutnya..
Tak ada spanduk
Budiman mengatakan baik di lokasi pertama maupun yang kedua vaksinasi dosis ke-3, ia tak melihat satupun banner atau spanduk yang terpasang sebagai penanda bahwa di tempat tersebut adalah sedang dilaksanakan vaksinasi booster.
"Enggak ada spanduk sama sekali, makanya saya sempat bingung cari lokasi alamatnya. Banner tertulis vaksin satu pun enggak ada," tuturnya.
Kondisi itu, kata dia, jelas berbeda saat ia menjalani vaksinasi dosis 1-2 beberapa bulan lalu, di Stadion Gelora 10 November dan Lapangan Makodam Surabaya.
Di dua tempat itu, Budiman mengaku banyak melihat banner penanda yang menyebutkan bahwa di lokasi tersebut sedang dilangsungkan vaksinasi massal untuk masyarakat.
"Kalau dulu kan saya vaksin dosis pertama di Gelora 10 November dan dosis dua di Lapangan Makodam itu banyak [spanduk dan banner]," ucap dia.
Panitia berpakaian bebas
Hal selanjutnya, kata dia, adalah panitia pelaksana vaksinasi booster tersebut yan tak mengenakan pakaian dinas, seragam atau tanda pengenal tertentu.
"Waktu datang di lokasi, saya ketemu dua orang panitia laki-laki dan perempuan, pakai baju bebas," kata dia.
Ia sempat mengaku heran, sebab pada pelaksanaan vaksin dosis 1 dan 2 lalu, saat tiba di lokasi sentra vaksinasi, ia diarahkan oleh banyak petugas.
Para petugas itu juga lengkap mengenakan atribut dan seragam dinas. Ada juga relawan dari satgas yang jelas tanda pengenalnya.
"Kalau di Gelora 10 November sama Kodam itu saya diarahkan petugas, ada dari Dinas Kesehatan, Satpol PP, Linmas sampai pemuda [relawan] itu pakai seragam," ucapnya.
Tanpa skrining kesehatan
Hal berikutnya adalah, tak adanya skrining kesehatan yang dilakukan petugas atau tenaga kesehatan sebelum melakukan injeksi vaksin.
Budiman mengatakan, ia sama sekali tidak ditanya atau diminta mengisi formulir skrining kondisi riwayat kesehatannya.
Hal itu berbeda dibanding halnya saat vaksin dosis 1 dan 2.Di mana ia diminta menjawab kolom pertanyaan tentang tentang riwayat kontak erat dengan pasien Covid-19, riwayat kesehatan, riwayat pernah terkonfirmasi Covid-19, riwayat mengidap penyakit bawaan seperi diabetes, paru-paru atau alergi terhadap vaksin.
"Saya cuma ditanya keluhannya saat itu apa, apakah ada sedang batuk pilek, gitu aja," ucapnya.
Tak hanya itu, karena was-was lantaran tak ada skrining, Budiman juga sempat bertanya kepada para nakes yang menyuntiknya, tentang bagaimana jika ia mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
"Saya juga sempat tanya ke nakes soal KIPI, karena saya juga takut, mereka bilang kalau vaksin 1 dan 2 dulu baik-baik saja berarti aman," katanya.
"Mereka juga bilang kalau ada keluhan demam ya minum paracetamol aja," tambahnya.
Tak hanya itu, usai menjalani vaksinasi dosis ke-3 berbayar ini, Budiman juga tak mendapatkan kartu vaksin dari nakes atau panitia. Vaksin yang dijalaninya ini juga tak terekam dalam aplikasi PeduliLindungi.
CNNIndonesia.com kemudian mengonfirmasi panitia berinisial Y. Ia adalah orang yang menghubungi dan menerima transfer biaya dari para peserta.
Y enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengakui bahwa dirinya memang pernah menggelar vaksinasi dosis ke-3 berbayar tersebut.
"Aduh, sorry ya, soalnya kami nggak boleh nyebarluaskan itu. Soalnya dari supplier-nya nggak membolehkan untuk dipublikasikan cuma untuk kalangan sendiri," kata Y.
Ia menjelaskan bahwa vaksin yang disuntikkan kepada para pembeli vaksin itu berjenis Sinovac. Namun ia menolak dari mana sumber dia mendapatkan vaksin itu.
Y berdalih ia hanya tangan ketiga, yang ditugasi oleh seseorang untuk mencari peserta yang bersedia membayar untuk mendapatkan vaksin booster tersebut.
"Aku enggak bisa kasih info. Sinovac. Saya kurang tahu, saya cuma cari orang aja," ucapnya.
Kemudian soal berapa peserta vaksinasi yang sudah membayar dan mengikuti, begitu juga soal nakes yang bertugas melakukan injeksi vaksin, Y lagi-lagi tak memberikan jawaban.
"Saya nggak tahu pastinya, masih puluhan. [Nakesnya dari mana] saya nggak tahu juga," kata dia.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita mengaku tak tahu menahu perihal vaksinasi dosis ke-3 berbayar tersebut. Ia mengaku kaget dan mempertanyakan dari mana jaringan itu mendapatkan vaksin.
"Mereka dapat vaksin dari mana ya? Saya tidak pernah tahu ada berbayar. Yang saya tahu vaksin gotong royong [berbayar] dan tidak ada di lokasi-lokasi tersebut," kata Febria.