Deret Kejanggalan Vaksin Booster Ilegal di Surabaya

CNN Indonesia
Jumat, 31 Des 2021 09:30 WIB
Warga Surabaya ditawari vaksin covid-19 dosis ke-3 atau booster dengan membayar Rp250 ribu. Praktik ini ilegal lantaran berbeda dengan vaksin dosis 1 dan 2.
Foto ilustrasi vaksin covid-19. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Tak ada spanduk

Budiman mengatakan baik di lokasi pertama maupun yang kedua vaksinasi dosis ke-3, ia tak melihat satupun banner atau spanduk yang terpasang sebagai penanda bahwa di tempat tersebut adalah sedang dilaksanakan vaksinasi booster.

"Enggak ada spanduk sama sekali, makanya saya sempat bingung cari lokasi alamatnya. Banner tertulis vaksin satu pun enggak ada," tuturnya.

Kondisi itu, kata dia, jelas berbeda saat ia menjalani vaksinasi dosis 1-2 beberapa bulan lalu, di Stadion Gelora 10 November dan Lapangan Makodam Surabaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di dua tempat itu, Budiman mengaku banyak melihat banner penanda yang menyebutkan bahwa di lokasi tersebut sedang dilangsungkan vaksinasi massal untuk masyarakat.

"Kalau dulu kan saya vaksin dosis pertama di Gelora 10 November dan dosis dua di Lapangan Makodam itu banyak [spanduk dan banner]," ucap dia.

Panitia berpakaian bebas

Hal selanjutnya, kata dia, adalah panitia pelaksana vaksinasi booster tersebut yan tak mengenakan pakaian dinas, seragam atau tanda pengenal tertentu.

"Waktu datang di lokasi, saya ketemu dua orang panitia laki-laki dan perempuan, pakai baju bebas," kata dia.

Ia sempat mengaku heran, sebab pada pelaksanaan vaksin dosis 1 dan 2 lalu, saat tiba di lokasi sentra vaksinasi, ia diarahkan oleh banyak petugas.

Para petugas itu juga lengkap mengenakan atribut dan seragam dinas. Ada juga relawan dari satgas yang jelas tanda pengenalnya.

"Kalau di Gelora 10 November sama Kodam itu saya diarahkan petugas, ada dari Dinas Kesehatan, Satpol PP, Linmas sampai pemuda [relawan] itu pakai seragam," ucapnya.

Tanpa skrining kesehatan

Hal berikutnya adalah, tak adanya skrining kesehatan yang dilakukan petugas atau tenaga kesehatan sebelum melakukan injeksi vaksin.

Budiman mengatakan, ia sama sekali tidak ditanya atau diminta mengisi formulir skrining kondisi riwayat kesehatannya.

Hal itu berbeda dibanding halnya saat vaksin dosis 1 dan 2.Di mana ia diminta menjawab kolom pertanyaan tentang tentang riwayat kontak erat dengan pasien Covid-19, riwayat kesehatan, riwayat pernah terkonfirmasi Covid-19, riwayat mengidap penyakit bawaan seperi diabetes, paru-paru atau alergi terhadap vaksin.

"Saya cuma ditanya keluhannya saat itu apa, apakah ada sedang batuk pilek, gitu aja," ucapnya.

Tak hanya itu, karena was-was lantaran tak ada skrining, Budiman juga sempat bertanya kepada para nakes yang menyuntiknya, tentang bagaimana jika ia mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

"Saya juga sempat tanya ke nakes soal KIPI, karena saya juga takut, mereka bilang kalau vaksin 1 dan 2 dulu baik-baik saja berarti aman," katanya.

"Mereka juga bilang kalau ada keluhan demam ya minum paracetamol aja," tambahnya.

Tak hanya itu, usai menjalani vaksinasi dosis ke-3 berbayar ini, Budiman juga tak mendapatkan kartu vaksin dari nakes atau panitia. Vaksin yang dijalaninya ini juga tak terekam dalam aplikasi PeduliLindungi.

CNNIndonesia.com kemudian mengonfirmasi panitia berinisial Y. Ia adalah orang yang menghubungi dan menerima transfer biaya dari para peserta.

Y enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengakui bahwa dirinya memang pernah menggelar vaksinasi dosis ke-3 berbayar tersebut.

"Aduh, sorry ya, soalnya kami nggak boleh nyebarluaskan itu. Soalnya dari supplier-nya nggak membolehkan untuk dipublikasikan cuma untuk kalangan sendiri," kata Y.

Ia menjelaskan bahwa vaksin yang disuntikkan kepada para pembeli vaksin itu berjenis Sinovac. Namun ia menolak dari mana sumber dia mendapatkan vaksin itu.

Y berdalih ia hanya tangan ketiga, yang ditugasi oleh seseorang untuk mencari peserta yang bersedia membayar untuk mendapatkan vaksin booster tersebut.

"Aku enggak bisa kasih info. Sinovac. Saya kurang tahu, saya cuma cari orang aja," ucapnya.

Kemudian soal berapa peserta vaksinasi yang sudah membayar dan mengikuti, begitu juga soal nakes yang bertugas melakukan injeksi vaksin, Y lagi-lagi tak memberikan jawaban.

"Saya nggak tahu pastinya, masih puluhan. [Nakesnya dari mana] saya nggak tahu juga," kata dia.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita mengaku tak tahu menahu perihal vaksinasi dosis ke-3 berbayar tersebut. Ia mengaku kaget dan mempertanyakan dari mana jaringan itu mendapatkan vaksin.

"Mereka dapat vaksin dari mana ya? Saya tidak pernah tahu ada berbayar. Yang saya tahu vaksin gotong royong [berbayar] dan tidak ada di lokasi-lokasi tersebut," kata Febria.

(frd/sur)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER