Sebuah wahana bernama Ngopi in The Sky yang menjadi destinasi wisata baru di Pantai Nguluran, Girikarto, Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta disebut belum mengantongi izin.
Kepala Disnakertrans Yogyakarta Aria Nugrahadi mengaku pihaknya belum menerima pengajuan perizinan operasi wahana gondola dari pengelola Teras Kaca.
Meski, pihaknya telah melakukan inspeksi ke lokasi dan mendapati bahwa jenis crane yang dipakai adalah alat berat pengangkut barang, bukan orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Aria, hal ini tak sejalan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.
"Maka akan kami rekomendasikan sesuai Permenaker, karena alat itu adalah alat angkat dan alat angkut barang, maka kita rekomendasikan sesuai regulasinya. Alat itu kan digunakan di pabrik, konstruksi, tapi penggunaannya menurut Permenaker itu untuk angkut barang," kata Aria saat dihubungi.
Disnakertrans masih akan membahas hasil inspeksi. Mencakup rencana pemeriksaan sertifikat operator alat berat. Aria berujar pihaknya segera bersurat dengan pengelola Teras Kaca, pengelola wahana tersebut. Ia tak mau buru-buru bicara soal penangguhan operasional wahana itu.
Mengingat lokasi crane yang berada di destinasi wisata, dalam kasus ini perizinan usaha jasa pariwisata, lanjut Aria, masuk ke domain Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul maupun provinsi. Termasuk pemakaian crane barang untuk mengangkut manusia.
"Kami melihatnya dalam konteks alat, kalau wahana silakan ke bidang pariwisata," tutupnya.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo, namun hingga berita ini diturunkan masih belum bisa direspons.
Sementara itu CEO Teras Kaca Nur Nasution mengatakan pihaknya tetap mengutamakan keselamatan pengunjung soal wahana baru ini.
Menurutnya, Ngopi in The Sky disusun dengan material baja terbaik. Antara gondola dan crane dihubungkan dengan empat pasang kawat sling baja yang masing-masing titik mampu mengangkut beban 8 ton.
"Satu titik 8 ton, kali 4 jadi 32 ton. Itu dikali dua lagi, 64 ton. Nah itu maksimal angkat beban, tapi kami pakai gondola kami cuma 3 ton saja. Sisa banyak," ujarnya.
Pengecekan rutin, kata Nur, dilakukan untuk crane. Bahan bakar yang dipakai jenis nonsubsidi, yakni Pertadex. Begitu pula dengan petugas yang seluruhnya diklaim ahli di bidangnya.
"Kami benar-benar rawat karena berhubungan dengan keselamatan tamu. Kalau perlu sling (baja) saya ganti per tiga bulan, walaupun durasinya tahunan," tegasnya.
Tiap-tiap pengunjung juga diwajibkan mengenakan tali pengaman lima lapis yang tak boleh diutak-atik selain oleh petugas. Dipasang di dada, pinggang, lengan, juga selangkangan.
Adapun seleksi bagi pengunjung meliputi harus berusia di atas 15 tahun dan tidak mempunyai riwayat penyakit dalam.
Pengelola Teras Kaca mengakui masih mengurus operasional wahana ini ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY untuk kelayakan peralatan. Termasuk berkomunikasi dengan pemerintah kabupaten setempat.
Lihat Juga : |
Maka dari itu pula Nur turut menegaskan bahwa wahana ini belum dioperasikan secara resmi. Pengoperasian sejak 2 Januari 2022 lalu sifatnya masih uji coba.
Pengunjung dibatasi 14 orang maksimal dan masih dari lingkup terdekat, meski sudah ada wisatawan luar pulau bahkan mancanegara yang menjajal Ngopi in The Sky ini.
Rencananya, pihaknya juga akan membuat hitam di atas putih bagi tiap-tiap pengunjung terkait kesepakatan keamanan wahana ini.
"Masih trial, per penumpang kami kenakan Rp100 ribu per 15 menit, harga perkenalan. Kemarin ada yang dari Kalimantan, Sulawesi, Riau, bahkan Inggris, India, bilang ini seperti yang ada di Dubai," sebut dia.