Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menginstruksikan pemerintah daerah agar tidak melarang pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah ancaman gelombang Covid-19 varian Omicron.
Ketentuan belajar tatap muka 100 persen di sekolah telah diatur dalam SKB empat menteri dan berlaku bagi semua sekolah di luar wilayah tingkat PPKM level 4. Artinya, semua wilayah, saat ini telah diizinkan menggelar belajar tatap muka, sebab tak ada daerah yang menerapkan PPKM level 4.
"Pemda tidak boleh melarang PTM terbatas bagi yang memenuhi kriteria," Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Jumeri, Senin (3/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mendukung keputusan Kemendikbudristek menggelar pembelajaran tatap muka saat ini.
Menurut Masdalina, kendati telah ditemukan transmisi lokal, laju Omicron masih cukup terkendali. Ia menilai, upaya pemerintah dengan menjaga pintu masuk, perbatasan, hingga proses karantina warga dari luar negeri masih terkendali. Sehingga, ia meyakini laju kasus tak akan melonjak tinggi.
Dengan kondisi itu, Masdalina menilai aktivitas warga pada prinsipnya masih bisa berjalan normal.
"Jadi sejauh ini, Omicron masih cukup terkendali. Memang ada penularan lokal dan itu jika containment-nya bagus langsung diisolasi dan karantina," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/1).
"Jadi sejauh ini saya mendukung untuk dilakukan pembelajaran tatap muka sepanjang pemerintah mencoba mengendalikan di komunitas," tambahnya.
Kemendikbudristek sejauh ini mencatat lebih dari 33 juta siswa dari sekitar 264 ribu sekolah jenjang dasar hingga menengah telah mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Jumlah itu nyaris 60 persen dari semua sekolah di Indonesia yang telah memenuhi kriteria belajar tatap muka di tengah pandemi.
Sementara dari jumlah itu, angka vaksinasi siswa baru menyentuh 37 persen atau sekitar 17 juta dari target sekitar 46 juta.
Keinginan Kemendikbudristek untuk menggelar belajar tatap muka memang telah bulat. Kendati, catatan laju Omicron terus meningkat beberapa waktu terakhir.
"Sekolah harus selalu diprioritaskan terakhir ditutup, harusnya memang begitu menurut kami," kata Mendikbudristek Nadiem Makarim kepada Komisi X DPR awal Desember 2021 lalu.
Nadiem ingin keputusan menutup sekolah menjadi alternatif paling akhir setelah penutupan sektor lain seperti hiburan, wisata, tempat ibadah, hingga perdagangan. Menurut dia, penutupan sekolah akan berdampak permanen, dan karenanya ia tak ingin para siswa menjadi korban.
Sementara, di sisi lain, keputusan Kemendikbudristek soal PTM masih menuai kritik dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
IDAI mengeluarkan rekomendasi agar PTM hanya diizinkan bagi sekolah yang telah menyuntikkan vaksin lengkap baik bagi guru, siswa, maupun karyawan.
IDAI juga belum merekomendasikan PTM 100 persen bagi anak kelompok usia 6-11 tahun. Bagi kelompok tersebut IDAI menyarankan proses pembelajaran berlangsung hybrid, dengan kapasitas 50 persen luring dan 50 persen daring.
Berlanjut ke halaman berikutnya...