Wacana penempatan Polri di bawah suatu kementerian yang dilontarkan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo menuai perdebatan. Sejumlah pihak di lingkungan pemerintah dan DPR menyampaikan penolakannya.
Dalam konferensi pers akhir tahun 2021, Agus mengusulkan pembentukan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Dewan Keamanan Nasional. Nantinya, Polri berada di bawah kementerian tersebut.
Ia menjelaskan usulan itu muncul sebab saat ini belum ada lembaga politik yang merumuskan kebijakan nasional dalam fungsi keamanan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertanyaannya seperti ini, apakah sekarang ada kebijakan nasional keamanan dalam negeri? Dari mana datangnya? Siapa yang berwenang merumuskan? Hal itu saya pandang sangat mendesak untuk diadakan," ujar Agus dalam Pernyataan Pers Akhir Tahun 2021 di Kantor Lemhannas, Jakarta Pusat, Jumat (31/12).
Menurut Agus, usulan tersebut juga bertujuan agar Presiden tidak terbebani tenaga dan waktu untuk mengurus Polri saja. Bagi dia, Presiden harus diberikan keleluasaan untuk memikirkan sejumlah kebijakan nasional yang lebih luas dan strategis ketimbang urusan operasional semata.
"Bila Polri hanya sendirian langsung kepada Presiden dan Presiden tak mungkin menyisakan tenaganya dan waktunya untuk mengurus Polri saja. Itu ada yang kosong. Hendaknya Presiden jangan dibebani beban-beban mengurus Polri," kata Agus.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Tjahjo Kumolo, mengatakan Polri harus menjadi lembaga yang mandiri sebagai alat negara sebagaimana BIN dan TNI.
Ia menjelaskan hingga saat ini pemerintah tidak memiliki rencana untuk menggabungkan Polri di bawah naungan kementerian tertentu.
"Yang saya pahami memang tidak ada rencana Polri di bawah kementerian," ucap dia.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta Lemhannas membuat kajian mendalam sebelum mengusulkan Polri di bawah Kementerian Keamanan Dalam Negeri.
Menurut Dasco, hal itu perlu dilakukan guna menghindari kegaduhan di tengah masyarakat.
"Saya pikir hal ini perlu dikaji mendalam dan ada baiknya dibikin kajiannya sebelum akhirnya dilemparkan ke publik yang akan menyebabkan kegaduhan yang tidak perlu," ucap Dasco.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Ahmad Sahroni, menolak dengan tegas gagasan Polri di bawah kementerian. Ia berujar posisi Polri sangat strategis dalam menjaga bidang ketertiban dan keamanan nasional. Karena strategis, menurut dia, menempatkan Polri di bawah kementerian membuka potensi kepentingan politik.
"Saya tidak setuju dengan usulan agar Polri berada di bawah kementerian apa pun itu," imbuhnya.
Polri, melalui Analis Kebijakan Madya Penmas Divisi HumasPolri, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan Kepolisian tetap bekerja sesuai Undang-undang yang berlaku. Artinya, Polri tetap berada di bawah Presiden.
"Polri dalam hal ini masih pada koridor amanah Undang-undang, sebagaimana amanah Undang-undang Dasar, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini tentang Kepolisian Republik Indonesia," ujar Trunoyudo.
Peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, setuju dengan gagasan yang dilontarkan oleh Agus Widjojo selaku Gubernur Lemhannas. Menurut dia, tidak ada ruginya menempatkan Polri di bawah kementerian.
"Sebenarnya tidak ada ruginya," kata Bambang kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (5/1).
Dalam sejarahnya, tepatnya di masa-masa awal kemerdekaan (1945-1946), Polri berada di bawah Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Kemudian pada 1946-1959, Polri berada di bawah Perdana Menteri. Pada periode 1959-1961 kedudukan Polri ada di departemen tersendiri/menteri kepolisian.
Lalu, selama periode orde baru (1961-1999), kedudukan Polri bersama ABRI di bawah Menhankam. Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002, kedudukan Polri berada langsung di bawah Presiden.
"Kita ini trauma dengan orde baru karena Polri masuk di dalam ABRI dan saat orde baru itu Panglima ABRI sering kali bareng dengan Menhankam. Itu yang salah kaprah di orde baru. Kalau kita belajar terkait pertahanan nasional, UU TNI ada, UU Pertahanan Nasional ada, TNI di bawah Kemenhan sampai sekarang tidak jadi masalah dan malah lebih bagus kok," tutur Bambang.
"Artinya, reformasi di tubuh TNI sudah berjalan. Tapi, kenapa kok sekarang kemudian polisi dimasukkan ke salah satu kementerian menjadi resisten. Sebenarnya tidak harus berpikir seperti itu," sambungnya.
Lagi pula, menurut Bambang, menempatkan Polri ke dalam suatu kementerian akan meringankan beban kerja Polri.
"Tidak ada ruginya, akan memperingan beban Polri. Selama ini beban tugas Polri sangat berat. Dia merumuskan kebijakan, merumuskan anggaran, dia melaksanakan, dan mengontrol dirinya sendiri, ini Polri dengan UU 2/2002 menjadi super body, super power malah," imbuhnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya...