Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong jaksa penuntut umum (JPU) memasukkan poin restitusi alias ganti rugi bagi korban perkosaan santri di bawah umur di Bandung.
Hal itu terungkap usai sidang lanjutan kasus dugaan perkosaan terhadap belasan santri dengan terdakwa pemilik pondok pesantren Herry Wirawan di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, Kamis (6/1).
"Sebagai korban di PP 43/2017 tentang turunan UU perlindungan anak dimungkinkan para korban mendapatkan ganti kerugian restitusi," kata Tenaga Ahli LPSK Abdanev Jopa, sebagai ahli yang memberikan kesaksian dalam persidangan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2017 mengatur soal ganti rugi atau restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
Pasal 2 ayat (2) mengatur enam jenis anak korban tindak pidana yang berhak mendapat ganti rugi, di antaranya anak korban eksploitasi ekonomi dan/atau seksual serta anak korban kejahatan seksual.
Pasal 21 menyatakan pelaku wajib menyerahkan restitusi kepada korban paling lama 30 hari sejak menerima salinan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.
Abdanev melanjutkan pengajuan hak restitusi tersebut mempertimbangkan tiga komponen.
Pertama, ganti kerugian atas kehilangan penghasilan atau kekayaan. Kemudian, penderitaan yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Serta ketiga, biaya medis serta psikologis yang timbul akibat proses hukum yang sedang berlangsung ini.
"Tiga poin komponen itu diajukan para korban yang LPSK hitung nilai kewajaran dan diajukan ke pengadilan," ujarnya.
Meski begitu, Abdanev belum merinci besaran ganti rugi yang harus dibayarkan kepada para korban. Menurutnya, setiap korban memiliki jumlah kerugian yang berbeda antara satu sama lain.
"Nilainya mungkin nanti saat putusan. Setiap orang beda, pertama, terkait penilaian psikologis, kebutuhan psikis, dan pemulihan ke depan masing-masing korban. Setiap korban kebutuhannya berbeda," cetusnya.
Seperti diketahui, guru ngaji sekaligus pimpinan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda Antapani, Herry Wirawan, didakwa dengan dakwaan primair melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, dilengkapi juga dengan dakwaan subsidair Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76D UU Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(hyg/arh)