Sejumlah tokoh nasional, termasuk mangan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, ramai-ramai menggugat aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di UU Pemilu. Gugatan itu tetap dilayangkan meski Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan serupa.
Plt. Ketua Kode Inisiatif Violla Reininda mencatat ada 14 gugatan terhadap pasal 222 UU Pemilu. Dia menyebut belum ada satu pun permohonan uji materi presidential treshold yang diterima MK.
"Putusan pengujian presidential threshold di Mahkamah Konstitusi pada 2017-2020 total 14 pengujian, 5 ditolak, 9 tidak dapat diterima," kata Violla kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Violla berkata 5 permohonan ditolak MK karena tidak beralasan menurut hukum. Satu permohonan dinilai memiliki pokok permohonan prematur, 4 permohonan tidak memiliki legal standing, 3 permohonan sudah diputus pada permohonan sebelumnya, dan 1 permohonan kabur.
Meski statistik berkata demikian, sejumlah tokoh tetap mengajukan permohonan kepada MK agar presidential threshold dibatalkan. Sejak akhir 2021, setidaknya ada 8 gugatan terhadap pasal 222 UU Pemilu yang diterima MK.
Beberapa di antaranya, seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono, menunjuk kuasa hukum Refly Harun. Meski berbeda permohonan, tuntutan mereka sama: menghapus presidential threshold.
Refly berkata kliennya tetap optimistis gugatan dikabulkan. Dia berpendapat selama ini MK menolak gugatan soal presidential threshold karena pengaruh oligarki politik.
"Saya menganggap tidak diterimanya itu justru karena kuatnya cengkeraman oligarki. Kita ingin menguji kembali independensi Mahkamah Konstitusi karena pasal presidential threshold yang jelas secara konstitusi tidak ada, dampaknya juga kita rasakan buruk bagi demokrasi," kata Refly saat dihubungi CNNIndonesia.com, 15 Desember 2021.
Refly meyakini gugatan para kliennya diterima MK kali ini. Pasalnya, mereka menggunakan beberapa argumentasi hukum lain.
"Yang baru adalah fakta ke depan sudah jelas ada parpol yang tidak bisa mengajukan capres. Kalau 2019, barangkali masih hipotesis. Sekarang sudah pasti tidak bisa. Misalnya, partai-partai baru, Partai Gelora, Partai Ummat, Prima, itu tidak bisa mengajukan calon karena tidak punya kursi," ujarnya.
Penggugat lainnya, Fahira Idris, berkata ia tetap menggugat presidential threshold karena tak baik bagi demokrasi. Menurutnya, aturan itu menghalangi kader-kader terbaik bangsa untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
"Ada kesenjangan luar biasa antara keinginan para pembuat Undang-Undang Pemilu yang ngotot agar ambang batas 20 persen dipertahankan dengan kehendak publik luas agar ambang batas dihapuskan. Itulah kenapa norma ambang batas pemilihan presiden ini terus diuji di MK," ucap Fahira lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, 29 Desember 2021.
Beberapa gugatan presidential threshold sudah mulai disidangkan. Salah satunya permohonan dari Gatot yang disidangkan pada Selasa (11/1).
Pada sidang itu, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mempertanyakan kedudukan hukum Gatot sebagai pemohon (legal standing). Enny menyebut gugatan itu sulit dikabulkan karena legal standing Gatot mirip dengan pemohon-pemohon sebelumnya.
"Yang saya belum bisa melihat bentuk kerugian konstitusional dari pemohon ini apa sesungguhnya? Apa pemohon ini pernah dicalonkan atau mencalonkan diri dari gabungan parpol seperti itu?" ucap Enny pada sidang yang digelar Selasa (11/1).
(dhf/gil)