Menurutnya, kader-kader parpol di kepengurusan PBNU kemungkinan akan bermain secara individu dengan menggunakan otoritas keislaman PBNU sebagai bancakan politik.
"Dikhawatirkan jargon politik praktis dengan PBNU hanya berhenti di ketua umum, tapi dalam konteks politik praktis di-franchise-kan, sehingga penggunaan otoritas keislaman NU itu jadi bancakan sana-sini," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menyatakan langkah Gus Yahya menempatkan sejumlah kader parpol di kepengurusan PBNU memiliki dua dampak, positif dan negatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak positif, menurutnya, NU bisa hadir di berbagai kekuatan politik. Sedangkan dampak negatif, lanjut dia, independensi PBNU akan diragukan karena sulit menjaga jarak dengan parpol. Pernyataan ini sekaligus menolak argumentasi Gus Yahya bahwa politik akomodasinya untuk menjaga jarak dengan partai politik.
"Kalau skema seperti itu ada plus minus. Plusnya, NU bisa hadir di banyak kekuatan politik, tapi persoalannya apakah NU bisa jaga independensi, jaga jarak dengan politik sebagaimana jargon Gus Yahya?" katanya.
Prediksi Ujang, pengurus dari kader partai akan bermain secara individu untuk mendekati kekuatan politik atau kekuasaan, termasuk jelang Pemilu 2024.
"Skenarionya mungkin ke depan NU secara kelembagaan mereka akan jaga jarak dengan kekuasaan tapi secara personal akan bermain di wilayah politik itu. Jika skemanya secara institusi mereka di tengah, tapi individu bermain," ucapnya.
(mts/wis)