Proyek pengadaan Satelit Kemenhan yang tengah diusut Kejagung terjadi di masa menteri pertahanan Ryamizard Racudu. Hingga hari ini, Senin (17/1), belum ada rencana Kejagung memeriksa pensiunan jenderal bintang empat TNI AD tersebut.
Pada Jumat (14/1) lalu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Ardiansyah menyebut pihaknya memang masih belum memintai keterangan Ryamizard terkait proyek pengelolaan satelit dengan nama Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) yang terjadi pada 2015 silam.
"Belum (diperiksa)," ujarnya dalam konferensi pers, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun begitu, ia menegaskan, pihaknya akan tetap bersikap profesional dalam proses penyidikan tersebut. Jaksa penyidik, kata dia, akan memanggil siapapun yang dinilai terlibat sesuai bukti yang telah didapatkan.
"Kita tidak melihat posisinya, tapi bagi orang-orang yang perlu dimintai keterangan dalam penyidikan dan itu korelasinya untuk pembuktian, maka akan kita lakukan pemeriksaan," tuturnya.
Sementara itu pada Senin, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Supardi mengatakan pengadaan tersebut dilakukan kuasa pengguna anggaran (KPA) di bawah menteri yang saat itu menjabat. Hal tersebut ditegaskan apakah proyek itu menjurus pula kepada menteri kala itu.
"KPA lah, masa menteri teken kayak itu. Level menteri kan MOU (Memorandum of Understanding)," kata Supardi saat dikonfirmasi, Senin (17/1).
Ia menyebutkan bahwa dalam pengadaan proyek yang berlangsung pada 2015 itu memang terdapat MOU Menteri dengan sejumlah lembaga terkait. Namun demikian, kontrak-kontrak di luar perjanjian itu diteken oleh pejabat berwenang lain.
Penyidik, kata Supardi, masih melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan perjanjian pengadaan tersebut. Menurutnya, semua pihak akan dimintai pertanggungjawabannya jika memang bersalah.
"Nanti kami lihat. Apakah di atasnya ada apa tidak. Siapa yang bertanggungjawab, semuanya nanti. Itu baru tataran awal," tambah dia.
Hingga akhir pekan lalu, terkait kasus satelit yang kini sudah naik penyidikan, Kejagung telah memeriksa 11 saksi.
Diketahui, permasalahan proyek ini berawal ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur guna membangun Satkomhan.
Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.
Namun pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo. Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.