Sejumlah pihak melayangkan kritik terhadap politikus PDIP, Arteria Dahlan buntut permintaannya kepada Jaksa Agung agar memecat oknum Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang berbahasa Sunda dalam rapat.
Permintaan itu disampaikan Arteria dalam rapat Komisi III DPR dengan Jaksa Agung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/1).
"Ada kritik sedikit, Pak JA (Jaksa Agung), ada Kajati Pak, yang dalam rapat dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu," kata Arteria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tak menyebut oknum Kajati dan momen rapat yang dimaksud, pernyataan Arteria selaku anggota Komisi III DPR itu kini berbuntut panjang. Protes datang bukan saja dari kelompok masyarakat Sunda, namun juga dari internal PDIP.
Kelompok masyarakat sipil yang mengatasnamakan Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PP-SS) telah mendesak PDIP melakukan pergantian antar waktu (PAW) atau mengganti Arteria di Komisi III DPR.
PP-SS menilai pernyataan Arteria telah melukai penutur bahasa Sunda, bahkan penutur bahasa daerah lain. PP-SS khawatir pernyataan Arteria akan memberi persepsi buruk dan berpotensi mendiskriminasi bahasa daerah tertentu.
"Memohon kepada pimpinan PDIP untuk mengganti (PAW) Arteria Dahlan," kata Ketua PP-SS Cecep Burdansyah dalam keterangannya, Selasa (18/1).
Imbas pernyataan itu, baliho berisi kecaman terhadap Arteria bahkan terpasang di sejumlah ruas jalan di Kota Bandung, Jawa Barat, salah satunya di pertigaan Jalan Diponegoro, dekat Gedung Sate pada Rabu (19/1). Dalam baliho itu tertulis, "Arteria Dahlan Musuh Orang Sunda".
Belum diketahui pihak yang memasang baliho tersebut. Namun, baliho itu tak lama sudah dicabut.
Sejumlah kepala daerah hingga anggota dewan turut angkat suara merespons pernyataan Arteria. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengimbau agar Arteria meminta maaf atas pernyataannya.
Emil, sapaan akrabnya, mengaku menyesalkan pernyataan Arteria yang mempermasalahkan penggunaan bahasa Sunda. Padahal, kegelisahan itu bisa disampaikan dengan baik-baik.
"Saya, mengimbau Bapak Arteria Dahlan sebaliknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini," kata Emil di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (18/1).
Anggota DPR sekaligus mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengkritik Arteria karena mempermasalahkan sesuatu yang tak melanggar aturan. Menurutnya, penggunaan bahasa daerah dalam rapat, sesuatu yang wajar selama anggota rapat memahami bahasa yang disampaikan.
"Jadi kalau Kajati terima suap saya setuju untuk diganti, tapi kalau pimpin rapat pakai bahasa Sunda, apa salahnya?" Kata Dedi, Rabu (19/1).
Sementara dari internal PDIP, kritik disampaikan anggota Komisi I DPR, Tubagus (TB) Hasanuddin. Legislator asal daerah pemilihan Jabar IX itu mengingatkan koleganya agar tidak bersikap arogan.
Menurut dia, Arteria harus berhati-hati dalam bersikap dan menyampaikan pernyataan. Hasan menilai, kritik Arteria dengan meminta Kajati pakai bahasa Sunda di rapat untuk dipecat, terlalu berlebihan dan bisa melukai perasaan masyarakat suku Sunda.
"Saya ingatkan sebagai anggota DPR sebaiknya berhati-hati dalam berucap dan bersikap. Jangan bertingkah arogan," kata dia, Rabu (19/1).
Merespons sejumlah protes terhadap dirinya, Arteria mempersilakan semua pihak yang tak terima pernyataannya untuk melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Dalam berdemokrasi, menurut dia, semua orang yang merasa punya masalah bisa menempuh mekanisme yang berlaku.
Arteria menilai pernyataannya tak bermaksud mendiskreditkan bahasa Sunda. Ia mengaku hanya ingin memastikan tak ada Sunda Empire di kejaksaan.
"Kalau saya salah kan jelas, mekanismenya ada MKD, apakah pernyataan salah. Kita ini demokrasi, silakan kalau kurang berkenan dengan pernyataan saya, silakan saja," kata dia, Rabu (19/1).