Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay mengatakan pihaknya meminta Wakil Presiden Ma'ruf Amin agar turun tangan terkait kasus pendudukan empat sekolah oleh aparat kepolisian di Yahukimo, Papua Barat.
Emanuel menilai Ma'ruf sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat harus menganggap hal itu merupakan masalah genting. Sebab, ratusan anak tidak bisa sekolah akibat pendudukan tersebut.
"Kami menegaskan kepada pak presiden untuk bisa melihat fakta ini, lebih khususnya pak wakil presiden sebagai ketua percepatan pembangunan di Papua sesuai dengan amanah UU Otsus yang baru," kata Imanuel kepada CNNIndonesia.com, Jumat (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini peristiwa luar biasa murid empat sekolah tidak bisa sekolah akibat adanya aparat di sekolah," imbuhnya.
Imanuel mengingatkan, hak atas pendidikan merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya dijamin oleh negara. Hal itu sejalan dengan Undang undang Dasar Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 13 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Jadi ketika ada fakta seperti ini tentunya yang menjadi korban pelanggaran HAM dan konstitusional adalah hak atas pendidikan dari para murid 4 sekolah ini," ujarnya.
Imanuel berpendapat pelanggaran HAM itu jelas dilakukan oleh aparat kepolisian. Sementara itu, aparat kepolisian merupakan salah satu representasi dari negara.
"Ketika yang terjadi adalah representasi negara dalam hal ini aparat yang menggunakan tempat, bahwa jelas jelas menunjukkan bahwa negara yang membatasi hak atas pendidikan," ucap dia.
Dengan didudukinya sekolah oleh aparat kepolisian, Imanuel juga lantas mempertanyakan terkait Operasi Damai Cartenz. Sebab, operasi tersebut menurutnya bertolak belakang dengan tujuannya.
Kegiatan operasi tersebut diklaim pihak polri akan mengedepankan upaya persuasif dan humanis di Bumi Cenderawasih. Namun, pihaknya memandang operasi tersebut justru bergesekan dengan pelanggaran HAM.
"Ini kan baru beberapa hari Operasi Damai Cartenz digalakan. Namun faktanya bertolak belakang dari tujuanya. Bukan membina namun kemudian membinasakan tempat untuk membina manusia dengan cara menempati sekolahan," tuturnya.
"Artinya kita bisa mengukur bahwa Operasi Cartenz dan juga Operasi Teritorial itu akan berdampak pada pelanggaran HAM, salah satunya adalah hak atas pendidikan. Sebagaimana yang terjadi di Yahukimo," imbuhnya.
Terkait itu, ia juga meminta kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Kapolri Jenderal Listyo Sigit dan Kapolda Papua untuk menarik semua pasulannya di empat sekolah tersebut.
"Jadi kami memita dengan tegas kepada Panglima TNI, Kapolri, Kapolda Papua untuk menarik pasukan dari sekolahh sekolah itu agar pemenuhan hak konstitusional bisa terlaksana dengan maksimal sesuai dengan pasal 28," ujarnya.
Sebelumnya, ratusan pelajar menggelar aksi damai di Yahukimo, Papua, Kamis (20/1). Mereka protes lantaran aktivitas belajar terhambat setelah sekolahnya diduduki aparat kepolisian.
Ketua Solidaritas Pemuda Peduli Yahukimo (Soppy) Otniel Sobolim menjelaskan, pasukan kepolisian mulai dikerahkan pada September 2021 ke Yahukimo. Mereka didatangkan setelah terjadi beberapa peristiwa di Yahukimo.
"Pemerintah daerah bekerja sama dengan para kepala sekolah tingkat SMA, lalu diizinkan Brimob tinggal di SMA NINIA, SMA NEGERI 2, SMA ANGGREK DAN SMK," ucapnya.
Diketahui, Yahukimo merupakan salah satu lokasi Operasi Damai Cartenz yang diprakarsai oleh polri. Selain Yahukimo, Polri juga menggelar operasi tersebut di empat wilayah rawan konflik lainnya, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang, Nduga, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Puncak Ilaga.