Malioboro Ditarget Steril PKL Akhir Januari, Pedagang Curhat ke DPRD
Seluruh pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang kawasan Malioboro, Yogyakarta, bakal direlokasi pengujung bulan Januari 2022 ini.
Mereka akan dipindah ke dua lokasi berbeda sementara waktu ini. Relokasi dilakukan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemerintah Kota Yogyakarta.
Namun, para PKL itu merasa keberatan dan mencari perlindungan. Setelah dari LBH Yogyakarta, mereka pun mengadu ke wakil rakyat di DPRD Kota Yogyakarta.
Berdasarkan undangan yang diterima CNNIndonesia.com, mereka akan mengadu hal tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di DPRD Kota Yogyakarta. Mereka mengatasnamakan rakyat kecil pejuang hak ekonomi dan pelestari identitas Malioboro. RDPU itu dijadwalkan Senin (24/1), pukul 15.00 WIB di Kantor DPRD Kota Yogyakarta.
"Penyampaian aspirasi ini dilakukan sebagai bentuk perjuangan dari rakyat kecil yang terkena dampak dari kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima Malioboro," demikian keterangan yang didapatkan.
Setidaknya, per 11 Januari lalu, terdata sekitar 1.700 PKL yang jadi sasaran relokasi. Rencana relokasi itu pun dikonfirmasi Kadis Koperasi dan UKM DIY Srie Nurkyatsiwi saat dihubungi pada hari tersebut.
Rencananya, ribuan PKL itu dipindah ke dua lokasi yang telah disiapkan yakni bekas Gedung Bioskop Indra, Ngupasan, Gondomanan. Kemudian, satu lahan bersifat sementara di bekas Kantor Gedung Dinas Pariwisata DIY. Relokasi diupayakan dieksekusi akhir Januari 2022 ini.
"Lokasinya sudah siap, tapi yang eks (gedung) pariwisata itu sementara sambil Pemda menyiapkan lokasi yang nanti permanen seperti yang sudah kita bangun di Indra. Semoga bisa dalam satu kawasan," kata Siwi.
Upaya persiapan pemindahan PKL, kata Siwi, beriringan dengan tahap sosialisasi terkait rencana relokasi ini. Siwi menerangkan bahwa maksud dari relokasi ini adalah membuat kawasan sentra PKL dengan mengedepankan aspek legalitas dan kenyamanan pedagang. Serta penataan sebagai bagian dari upaya Pemda DIY mengajukan sumbu filosofi sebagai warisan budaya ke UNESCO.
PKL Minta Ditunda dan Ditata
Wacana relokasi yang bergaung sejak beberapa bulan terakhir ini pun menuai respon dari para pedagang. Purwandi (66), salah seorang PKL sandang di Jalan Malioboro meminta kebijakan ini ditunda.
Usulan itu disampaikannya kala Purwandi mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang membuka posko aduan terkait rencana relokasi PKL ini, Selasa (11/1).
"Kita sama sekali tidak menolak, hanya permohonan waktu diundur saja karena betul-betul kita barusan terbelenggu musibah corona 2 tahun lebih ini pun dianggap belum selesai," kata pria yang mengaku sudah puluhan tahun berdagang di Malioboro ini.
Sementara Supriyati (38) PKL lainnya, melihat bahwa rencana relokasi ini kurang transparan dan tergesa-gesa. Selain itu, sama seperti Purwandi, dia memohon agar relokasi diundur sampai tersedia lokasi yang menurutnya strategis untuk berdagang.
"Kekhawatiran omzet kita, babat alas lagi," imbuhnya.
Ungkapan rasa berat hati macam ini juga pernah disampaikan Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Yogyakarta (APKLY) Wawan Suhendra beberapa waktu lalu. Ia berpendapat para PKL bisa ditata, atau ikut memperindah Malioboro tanpa harus dipindah.
Keberadaan PKL, bagi Wawan, justru menjadi pembeda sekaligus magnet bagi wisatawan. Apalagi, eksistensi mereka selama ini juga diklaim tak mengganggu kenyamanan para pengunjung.
"PKL yang ada di Malioboro ini hampir 2 ribu, tapi yang tergantung di sana, ada istri, suami, bahkan cucunya mungkin masih bergantung dari yang terdampak. Itu puluhan ribu yang terdampak. Apakah pemerintah sanggup memberi jaminan kepastian, untuk kehidupan ke depan mereka," tegas Wawan beberapa waktu lalu.
Divisi Penelitian LBH Yogyakarta Era Harivah berpendapat selain terkesan terburu-buru, wacana relokasi PKL Malioboro oleh Pemda DIY ini dianggapnya telah mengenyampingkan prinsip partisipasi dari masyarakat. Pihaknya pun menengarai kebijakan relokasi ini sarat akan pelanggaran administratif. Khususnya pada tahap perencanaan.
"Di situ tidak melalui tahap dengar pendapat dari masyarakat khususnya masyarakat Malioboro sendiri. Itu yang kemudian jadi sorotan bagi kita," kata Era di kantor LBH Yogyakarta, Kotagede, Selasa (11/1).
Lihat Juga : |