Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD meminta agar pemerintah tidak didesak lagi untuk menyelesaikan sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000.
Mahfud menyebut pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 bukan wewenang pemerintah, melainkan DPR. Hal itu mengacu kepada UU Nomor 26 Tahun 2000 Pasal 43 tentang Pengadilan HAM.
"Saudara, penyelesaiannya begini yang terjadi sebelum keluarnya UU No 26/2000 itu sekarang menjadi areanya DPR. Jadi jangan lagi mendesak desak pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM sebelum 2000," kata Mahfud dalam sambutan diskusi daring, Kamis (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud merinci sembilan kasus pelanggaran HAM berat itu di antaranya insiden G30S, Petrus (1983-1985), kasus Talangsari di Lampung Timur, (1989), kasus penghilangan orang secara paksa, Kerusuhan Mei 1998, Insiden Kerusuhan Trisakti 1998.
Lihat Juga : |
Lalu, Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh, insiden penganiayaan 65 saksi peristiwa Rumoh Geudong di Aceh, pembantaian dukun santet di Banyuwangi, Jember dan Malang (1998-1999).
Mahfud mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 itu harus disampaikan oleh Komnas Ham kepada DPR. Selanjutnya, DPR bisa memutuskan agar Presiden membentuk pengadilan Ad-Hoc.
"Komnas HAM yang menyampaikan ke sana, lalu dibahas oleh DPR bagaimana bukti-bukti dan kemungkinannya dari berbagai sendi. Lalu DPR katakan ini bisa diperintahkan kepada Presiden untuk membuat pengadilan HAM Ad-Hoc," ucapnya.
"Itu yang harus dilakukan kalau mau melakukan pengadilan pelanggaran ham di bawah tahun 2000," imbuhnya.
Meski begitu, Mahfud mengakui bahwa empat pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 merupakan tanggung jawab pemerintah.
Empat kasus kasus itu di antaranya Wasior Berdarah (13 Juni 2001), Tragedi Jambo Keupok, Aceh Selatan (2003), Kasus Wamena (2003) dan Kasus Paniai (2014).
"Tetapi masalah yang terjadi setelah itu memang menjadi tugas pemerintah sekarang. Komnas HAMmenyampaikan ke pemerintah, lalu pemerintah menindaklanjuti," ucapnya.
Diketahui, dari empat pelanggatan HAM berat yang terjadi di atas tahun 2000, baru satu yang masuk ke tahap penyidikan di Kejaksaan Agung, yakni peristiwa Painai berdarah.
Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.
Lihat Juga : |