Jawab Pleidoi Herry Wirawan, Jaksa Kukuh Tuntut Mati dan Rampas Aset
Kejaksaan Tinggi Negeri Jawa Barat (Kejati Jabar) tetap menuntut mati dan tambahan kebiri bagi terdakwa kasus perkosaan 12 santriwati di Bandung, Herry Wirawan.
Hal itu dikatakan saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan replik atau tanggapan atas pleidoi alias nota pembelaan dari terdakwa, di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (27/1).
"Intinya tetap pada tuntutan semula dan penegasan beberapa hal, kami menanggapi pleidoi tetap pada tuntutan di persidangan kemarin (hukuman mati)," kata Kepala Kejati Jabar Asep N. Mulyana, seusai persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, Kamis (27/1).
Ia pun meminta hakim mengabulkan tuntutan jaksa sesuai dengan amanat undang-undang. Pasalnya, kata dia, kasus Herry Wirawan merupakan kejahatan luar biasa dan banyak membuat korban trauma.
"Bahwa tuntutan mati itu diatur dalam regulasi, diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Artinya itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya.
Terkait penolakan hukuman mati seperti yang diungkapkan Komnas HAM, Asep enggan menanggapi lebih lanjut.
"Kami tidak akan berpolemik tentang itu, yang pasti saya katakan bahwa kami concern dan tetap tuntutan kami berbasis pada korban untuk kepentingan terbaik bagi anak-anak korban, sesuai dengan Konvensi PBB tentang hak-hak anak," cetusnya.
Soal restitusi atau ganti rugi Rp331 juta pada terdakwa, Asep mengungkapkan jumlah itu sudah sesuai dengan hitungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ia bahkan berpendapat bahwa jumlah itu belum sepadan dengan perbuatan yang sudah dilakukan terdakwa pada korban.
"Kami juga menegaskan bahwa besaran restitusi yang diajukan dalam tuntutan kami merupakan hasil perhitungan dari LPSK yang kami anggap itu tidak sepadan dengan derita korban," ucapnya.
Selain tuntutan mati, jaksa penuntut umum turut meminta majelis hakim menyita aset yayasan milik Herry Wirawan.
"Kami menegaskan kepada majelis hakim bahwa kami meminta agar yayasan kemudian aset terdakwa dirampas untuk negara dan dilelang yang hasilnya diberikan kepada korban," kata Asep.
"Mengapa kami harus menyita yayasan dan membubarkan yayasan? karena yayasan merupakan intrumentaria delicta, artinya alat yang digunakan oleh terdakwa melakukan kejahatan," urai dia.
Diketahui, Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 12 santri di bawah umur di Bandung, dituntut hukuman mati dan pidana tambahan kebiri kimia. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5), jo Pasal 76D UU Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Herry Wirawan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, pada Kamis (20/1) mengakui semua perbuatan bejatnya dan meminta hakim untuk mengurangi hukuman.
(hyg/arh)