Deklarasi Majelis Rakyat Global akan Dorong Perdamaian di Natuna

JAKI | CNN Indonesia
Senin, 31 Jan 2022 17:47 WIB
JAKI menyatakan sejumlah organisasi sipil bersatu untuk membentuk Majelis Rakyat Global guna mendorong perdamaian di Natuna.
JAKI menyatakan sejumlah organisasi sipil bersatu untuk membentuk Majelis Rakyat Global guna mendorong perdamaian di Natuna. (Foto: CNN Indonesia/ Hamka Winovan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah organisasi masyarakat sipil tengah menginisiasi rencana Deklarasi Majelis Rakyat Global Indonesia sebagai upaya melahirkan perdamaian terkait kisruh di Natuna.

Yudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) selaku salah satu inisiator deklarasi mendorong pemerintah China untuk tunduk pada hukum internasional.

"Kami meminta China menghormati kedaulatan laut negara-negara berdaulat yang telah ditetapkan melalui UNCLOS. Jika China tunduk pada hukum internasional, maka perdamaian akan dapat dicapai dengan kesepakatan-kesepakatan baru," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menuturkan, rencana deklarasi tersebut dilakukan guna mencegah potensi letupan perang di wilayah Indo Pasifik. Oleh karena itu, pihaknya telah menggalang berbagai organisasi sipil untuk terlibat.

Sejumlah organisasi yang siap bergabung di antaranya adalah Front Nelayan Indonesia (FNI), Front Pelaut Pelayar Nasional (FPPN), Front Kekuatan Rakyat Indonesia, ISMAHI, dan APDESI, serta Aliansi Aktivis Indonesia.

Yudi menjelaskan salah satu misi dari Deklarasi Majelis Rakyat Global Indonesia adalah membentuk Pakta Perdamaian Pasifik dengan menggalang sebanyak-banyak organisasi masyarakat sipil global dan bekerjasama dengan Negara-Negara di dunia.

Beberapa negara yang menjadi sasaran kerja sama antara lain Amerika Serikat, Eropa, Inggria, Australia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam beserta Negara-Negara ASEAN lainnya termasuk Negara-Negara yang berada diwilayah perairan Pasifik. Atau Negara-Negara yang berkepentingan di wilayah Perairan Pasifik.

Menurutnya, dalam menyikapi persoalan politik kelautan di wilayah Pasifik tersebut, pihaknya sepakat untuk tidak lagi menggunakan nama Laut China Selatan.

"Untuk wilayah kelautan Indonesia, kami menyebut Laut Natuna Utara, sedang untuk internasional, kami menyebut perairan Indo Pasifik," ungkapnya.

Yudi menjelaskan, pihaknya mencatat tiga persoalan berkaitan dengan konflik kelautan pasifik tersebut yakni persoalan nasional, regional dan global.

JAKIYudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI).  (Foto: Arsip JAKI)

Ketiga persoalan tersebut, kata dia, menyangkut masalah kedaulatan lautan nasional Indonesia dan wilayah regional negara-negara yang telah ditetapkan oleh hukum kelautan internasional melalui UNCLOS.

Sebagai contoh, masalah kedaulatan nasional Indonesia yang telah ditetapkan UNCLOS 1982 sebagai hukum kelautan Nasional Indonesia dan pada 2016 terjadi perubahan nama dari Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara saat terjadinya Arbitrase Internasional di Den Haag.

"Akan tetapi justru saat ini wilayah kelautan yang disebut dunia global Laut China Selatan justru diklaim 90 persen wilayahnya sebagai wilayah Laut Yurisdiksi oleh China dengan didasari oleh hukum nasional mereka," paparnya.

Yudi mengatakan di Laut Natuna Utara, China melarang Indonesia melakukan pemanfaatan sumber daya alam, seperti pengeboran minyak dan gas yang menjadi hak negara.

Kedaulatan RI di Natuna

Sementara itu, Direktur Indonesian Club yang juga Pendiri UNWCI (UN World Citizen Initiative) Indonesia Campaign, Harsta Mashirul mendukung upaya perdamaian atas kisruh yang terjadi di Natuna.

Dia mengatakan posisi Indonesia bersama negara-negara Asia Tenggara di Samudra Pasifik masuk dalam arus konflik perairan Indo-Pasifik berhadapan dengan klaim sepihak Nine Dash Line oleh Republik Rakyat China.

Menurutnya, Indonesia adalah negara merdeka yang berdaulat yang ikut serta dalam mewujudkan dan menjunjung tinggi perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

"Sehingga politik luar negeri Indonesia, adalah bebas aktif untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka dalam penghapusan segala bentuk penjajahan diatas dunia," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya mendorong Indonesia memposisikan diri sebagai negara berdaulat yang bermartabat dan sejajar di antara negara-negara di dunia.

Dia mengatakan negara tetangga tidak boleh semena-mena wilayah kedaulatan Indonesia sebagai bagian dari wilayahnya. Hal tersebut juga berlaku pada seluruh wilayah kedaulatan perairan Indonesia.

"Dengan berpegang teguh pada mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, seluruh rakyat Indonesia wajib bergerak bersama-sama menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI," katanya.

Pengamat Hubungan Internasional dan Guru Besar Fakultas Hukum Indonesia Hikmahanto Juwana menuturkan pemerintah Indonesia harus memiliki keberpihakan untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara terkait persoalan di Natuna Utara.

Menurutnya, pemerintah dan juga para nelayan boleh mengabaikan klaim-klaim sepihak atas China yang mengaku-ngaku memiliki kawasan di Natuna yang secara data peta merupakan kawasan milik Indonesia.

"Seperti pada 2016, Presiden Jokowi pernah memerintahkan agar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dibanjiri oleh para nelayan Indonesia dan juga perbanyak pengeboran untuk produksi minyak," ujarnya.

Dia menambahkan sikap China terkait klaim atas kepemilikan kawasan di Natuna Utara tak lain adalah persoalan ekonomi untuk menghidupi populasi penduduk China yang mencapai sekitar 1,4 miliar.

(mko)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER