Lembaga kajian demokrasi dan aktivisme masyarakat sipil Public Virtue Research Institute (PVRI) mendesak kepolisian segera membebaskan seluruh warga yang ditangkap ketika protes menolak kegiatan tambang di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Ketua Dewan Pengurus PVRI, Usman Hamid menilai apa yang dilakukan warga adalah tindakan yang sah. Penolakan itu, kata dia, adalah bagian dari perjuangan warga membela hak atas lingkungan hidup yang sehat di Desa Wadas.
"Pengerahan personil yang masif dan penggunaan kekuatan yang eksesif adalah cermin pemolisian yang tidak demokratis. Itu juga mencederai demokrasi dan keadilan sosio-ekologis," kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (8/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, praktik-praktik kekerasan seperti kriminalisasi terhadap para aktivis lingkungan yang dianggap vokal dapat memperburuk situasi demokrasi yang sudah mengalami kemunduran di Indonesia.
"Salah satu ciri-ciri kemunduran demokrasi di Indonesia adalah perluasan kekuasaan dan kekuatan alat-alat negara untuk menekan dan membatasi kritik," kata Usman.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Program Democracy and Social Justice PVRI Mohamad Hikari Ersada mengatakan situasi yang menimpa masyarakat Wadas hari ini adalah bentuk keberulangan dari perampasan lingkungan yang terjadi secara masif di tahun 2021 dan tahun-tahun terakhir.
"Meskipun menetapkan status darurat pandemi Covid-19, pemerintah tidak kunjung menghentikan kegiatan ekspansi kapital dan perampasan ruang hidup masyarakat di Wadas. Kegiatan warga dibatasi tapi kegiatan bisnis diekspansi, itu adalah standar ganda kebijakan pandemi," kata Hikari.
Ia menyebut, fokus negara terhadap proyek infrastruktur skala besar dan promosi investasi asing di industri ekstraktif telah menyebabkan perambahan lahan dan hutan yang berimplikasi kepada mata pencaharian masyarakat adat, warga desa, petani dan masyarakat di seluruh Indonesia.
Situasi tersebut, kata dia, terus berulang dan diperparah dengan tindakan brutalitas polisi yang sarat intimidasi terhadap warga.
Terpisah, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid meminta agar aparat segera membebaskan warga Desa Wadas, Purworejo yang ditahan.
Dia menyampaikan itu lewat akun Twitter @AlissaWahid dan meminta langsung Kapolda Jawa Tengah serta Gubernur Ganjar Pranowo secara gamblang.
"Atas nama @GUSDURians, kami meminta Kapolda Jateng untuk membebaskan warga Wadas yang ditahan," kata Alissa.
Alissa pun meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo agar proses pengukuran lahan untuk pembangunan Bendungan Bener ditunda sementara waktu.
Putri mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gusdur itu merasa lebih baik ada musyawarah terlebih dahulu dengan masyarakat setempat daripada terus terjadi konflik.
"Juga meminta kepada Gub Jateng pak @ganjarpranowo untuk menunda pengukuran dll sampai kita selesai bermusyawarah, dan menghindarkan clash antara rakyat dengan aparat Negara," kata dia yang juga dikenal sebagai Ketua PBNU tersebut.
Sebagai informasi, warga Wadas sudah melakukan penolakan terhadap penambangan batu andesit untuk proyek stategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Hari ini, Selasa (8/1), ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikabarkan menyerbu Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan.
Penduduk Desa Wadas yang enggan identitasnya diungkap mengatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini sekitar 60 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia (Lansia)
Jumlah itu juga mengalami pertambahan dari laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta pada sore hari ini, Selasa (8/2) yakni 40 orang.
"Sampai sekarang sekitar 60 warga ditangkap. Dari anak-anak sampai lansia," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/2) malam.
Dia mengungkapkan 60 warga itu ditangkap saat aparat kepolisian melakukan pengepungan Desa Wadas. Ia menyebut sekitar 900 orang aparat yang masuk ke desanya sampai ke perbatasan.
"Infonya 900 aparat sementara Desa Wadas kecil, cuma 7 RT. Ini bener-bener luar biasa," kata dia.
Baca halaman selanjutnya, pemberitahuan dari BBWS