YLBHI Jawab Ganjar Soal Warga Tak Datang Dialog Soal Wadas

CNN Indonesia
Kamis, 10 Feb 2022 18:36 WIB
YLBHI menilai undangan dialog bagi warga Wadas sebagai hal yang basi karena sebelumnya mereka sudah diundang namun secara mendadak.
Warga penolak tambang di Wadas baru menerima surat undangan dialog di Semarang sehari sebelumnya. (Foto: Detikcom/Rinto Heksantoro)
Jakarta, CNN Indonesia --

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan undangan dialog bagi warga Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, soal proyek pertambangan diberikan secara mendadak dengan lokasi pertemuan yang jauh.

"Saya ingat 20 Januari warga diajak dialog dengan difasilitasi Komnas HAM. Tapi perlu dilihat dan dipahami undangan ke warga hari Rabu, tanggal 19 [Januari], undangannya tanggal 20 dan dilakukan mendadak," kata Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI Zainal Arifin, dalam konferensi pers daring, Kamis (10/2).

"Bahkan ada yang aneh, warga diundang bukan di kantor pemerintah, justru di hotel Semarang," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini merespons ucapan Gubernur Jawa Tengah yang sempat mengungkapkan bahwa warga Wadas yang menolak tambang tidak datang ke dialog saat difasilitasi Komnas HAM.

Zainal melanjutkan warga Wadas saat itu meresponsnya dengan meminta dialog dilakukan di Wadas.

"Atas undangan tersebut, warga mengirim surat balasan yang intinya tidak menolak dialog tapi meminta dialog dilakukan di Wadas," tuturnya.

"Namun atas surat tersebut kemudian warga dianggap tidak kooperatif, dan tidak mau untuk diajak berdialog," cetus dia.

Alhasil, ia menyebut langkah pemerintah untuk mengajak warga Desa Wadas kembali berdialog saat ini sebagai tindakan yang klise. Menurutnya, ajakan dialog dan partisipasi publik mestinya dilakukan dalam proses penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal).

"Kalau pemerintah hari ini ngomong ayo berdialog saya rasa itu sangat basi. masyarakat harusnya dilibatkan untuk berdialog sejak rencana pembangunan proyek direncanakan dalam penyusunan AMDAL," ujar Zainal.

Bahkan menurut dugaannya, proses-proses pembangunan tersebut hanya dilakukan secara formil. Bentuk partisipasi yang dimunculkan pun hanya perwakilan pejabat desa.

"Akan tetapi dugaan saya proses-proses itu secara formil dilalui begitu saja bahkan perwakilan warga hanya dimaknai dengan kehadiran kepala desa," papar Zainal.

Padahal jika mengacu peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pedoman masyarakat dalam AMDAL, seharusnya warga berhak berpartisipasi dan memilih sendiri wakilnya.

Seperti diketahui, pengerahan personel kepolisian dalam jumlah besar ke Desa Wadas, Purworejo pada Selasa lalu (8/2) menuai kritik dari banyak pihak. Polisi serta pejabat terkait diminta segera menarik pasukan dari sana.

Polda Jawa Tengah mengklaim anggotanya dikerahkan guna mendampingi tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran lahan proyek pembangunan Bendungan Bener.

Sementara itu, warga menolak pembuatan tambang andesit yang menjadi penunjang pembangunan Bendungan Bener. Pasalnya, mereka menganggap tambang hanya akan menimbulkan kerusakan lingkungan di Desa Wadas.

Ganjar sebelumnya pernah mengungkap proses dialog yang tak berjalan optimal terkait tambang di Desa Wadas. Hal itu karena salah satu pihak yang terkait tidak memenuhi undangan dialog yang diinisiasi oleh Komnas HAM.

"Kita percayakan Komnas HAM, yang netral to, sayang saja waktu itu tidak semua mau datang", kata Ganjar di kantornya, Selasa (8/2).

(cfd/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER