Eks Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur, Ismunandar diizinkan menghadiri pernikahan anaknya di saat berstatus terpidana kasus suap.
Berdasarkan foto yang diterima CNNIndonesia.com, Ismunandar tampak berdiri di samping kiri pasangan pengantin di pelaminan yang tampak berkostum adat Sunda.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang Asep Sutandar membenarkan bahwa Ismunandar hadir dalam pernikahan yang digelar di Tangerang. "Menjadi wali nikah itu boleh diijinkan, mas," ujar dia, dalam pesan singkatnya, Kamis (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi tetap dengan pengawalan," lanjutnya.
Lihat Juga :SATU TAHUN CORONA DI INDONESIA Korupsi Tak Berhenti di Masa Pandemi |
Ia menjelaskan Ismunandar, yang diketahui memiliki dua putri kandung, hanya keluar Lapas di hari-H pernikahan. "Hanya saat menikahkan tidak diberikan ijin menginap."
Dia pun membenarkan Ismunandar sudah mengajukan izin untuk menjadi wali nikah. "Betul," ucap Asep, yang mengaku tengah menjalani isolasi mandiri akibat Covid-19 ini.
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Kemasyarakatan tentang Izin Keluar Narapidana/Tahanan, ada sejumlah syarat napi bisa keluar untuk kondisi tertentu.
Seperti melayat membesuk sakit keras Ayah, Ibu, Anak, Suami, Istri, Adik/Kakak Kandung, menjadi wali pernikahan anak kandung, hingga membagi warisan.
Untuk izin keluar lapas dalam hal menjadi wali nikah, napi salah satunya mesti melampirkan Surat Keterangan untuk Menjadi Wali Nikah dari Lurah/Kepala Desa.
Sebelumnya pada 2 Juli 2021, KPK juga menangkap Bupati Kutai Timur, Ismunandar dalam agenda serupa, OTT di Jakarta. Dalam operasi senyap tersebut, KPK juga menangkap istri Ismunandar, Ence UR Firgasih yang juga ketua DPRD Kutai Timur.
Keduanya sudah mendekam di balik jeruji besi karena terbukti bersalah dalam perkara suap sebesar Rp22 miliar, terkait pekerjaan infrastruktur di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur pada periode 2019-2020.
Khusus Ismunandar, dia diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan tahanan. Selain pidana pokok, hakim juga mewajibkan dia membayar uang pengganti Rp27,4 miliar sebulan setelah putusan inkrah dan pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Dalam kasus ini, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Kutim juga terlibat yakni Kepala Badan Pendapatan Daerah Kutim, Musyaffa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutim, Suriansyah dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutim Aswandini. Sedangkan pemberi suap adalah Aditya Maharani selaku kontraktor, dan Deky Aryanto selaku rekanan.
(mjo/kid)