Jejak Kasus Berujung Hukuman Anies Keruk Kali Mampang hingga Tuntas
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan warga terkait program pencegahan banjir yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. PTUN memvonis Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengeruk Kali Mampang hingga tuntas sampai wilayah Pondok Jaya.
Kabar kekalahan Anies tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta. Gugatan itu terdaftar dengan nomor 205/G/TF/2021/PTUN.JKT. Putusan diketok pada 15 Februari lalu.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN juga meminta Anies membangun turap sungai di Kelurahan Pela Mampang.
"Mewajibkan Tergugat untuk mengerjakan pengerukan Kali Mampang secara tuntas sampai ke wilayah Pondok Jaya. Memproses pembangunan turap sungai di kelurahan Pela Mampang," dikutip dari SIPP PTUN Jakarta, Kamis (17/2).
Tercatat ada tujuh warga yang menggugat. Mereka yakni Tri Andarsanti Pursita, Jeanny Lamtiur Simanjuntak, Gunawan Wibisono, Yusnelly Suryadi D, Hj Shanty Widhiyanti SE, Virza Syafaat Sasmitawidjaja, dan Indra. Semua adalah warga Jakarta yang menjadi korban banjir pada awal 2021.
Sebelum menggugat ke PTUN, warga telah mengirimkan surat keberatan administratif pada 5 Maret 2021 kepada Gubernur DKI Jakarta yang kemudian ditanggapi tergugat pada 5 Mei 2021.
Setidaknya ada dua poin yang menjadi permohonan pengaju keberatan kepada Anies.
Pertama, meminta segera melaksanakan upaya pencegahan banjir sesuai dengan yang sudah diamanatkan sebagaimana telah dituangkan dalam Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMD 2015-2019; RPJMD DKI; Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Kedua, memberikan ganti kerugian yang dialami pengaju keberatan sesuai dengan yang dituliskan dalam surat.
Menurut salah satu Tim Advokasi warga saat itu, Sugeng Teguh, kerugian tujuh korban banjir sebagai pengaju keberatan itu berbeda-beda.
"Setiap warga jumlah kerugian berbeda. Kalau dijumlahkan lebih dari 2 miliar," kata Sugeng.
Surat keberatan itu pun dijawab, namun menurut warga, tanggapan itu pada pokoknya tidak mengakomodir permohonan para penggugat sama sekali.
Selanjutnya, para pengugat mengirimkan surat banding administratif pada 9 April 2021 kepada Presiden Republik Indonesia, dalam hal ini kepada Menteri Dalam Negeri sebagai atasan Gubernur DKI Jakarta.
Kemudian pada 10 Juni 2021, para penggugat menerima surat jawaban dari Sekretariat Jenderal Kemdagri RI yang menerangkan bahwa apa yang dimohonkan para pengugat sedang diproses bersama Pemerintah Daerah dan Kementerian atau Lembaga terkait.
Para pengugat menilai jawaban tersebut tidak sesuai dan tidak menjawab tuntutan mereka. Oleh karenanya, gugatan ke PTUN menjadi langkah yang diambil. Gubernur DKI Jakarta menjadi tergugat dalam gugatan yang didaftarkan pada Agustus 2021 itu.
"Kami telah melakukan upaya administratif dalam sengketa Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad), yang kini merupakan kewenangan dari peradilan tata usaha negara berdasarkan PERMA No. 2/ 2019. Karena tak ada tanggapan memadai dari lembaga atau pejabat bersangkutan, kami melanjutkan dengan pengajuan gugatan di PTUN," kata Sugeng.
Terkait putusan PTUN tersebut, CNNIndonesia.com telah menghubungi Kepala Biro Hukum Setda DKI Jakarta Yayan Yuhanah dan Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Yusmada Faizal, namun keduanya belum merespons hingga berita ini ditulis.