Budiman menyebut tim peneliti UI saat ini sedang mempersiapkan vaksin ini untuk uji pre-klinik pada hewan kecil seperti mencit dan hamster agar selanjutnya bisa uji pre-klinik pada hewan primata.
Tes ini untuk melihat respons antibodi yang diberikan oleh vaksin. Selain itu, untuk mengamati respons Sel-T, CD4 dan CD8 serta daya proteksi vaksin terhadap infeksi virus.
"Jadi secara simultan akan dilakukan uji pre-klinik, uji keamanan vaksin, dan optimasi produksi untuk mendapatkan kondisi produksi vaksin dengan hasil (yield) yang tinggi secara efisien dan ekonomis. Kemungkinan dalam waktu dekat hasilnya keluar," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budiman mengatakan vaksin berbasis DNA ini berpotensi menjadi mitigasi apabila terjadi katastrofe pada masa mendatang. Menurutnya, vaksin DNA sebenarnya sudah dikerjakan di UI sejak wabah flu burung pada 2005 silam.
Namun, kata Budiman, saat itu vaksin jenis ini belum dilihat sebagai teknologi yang menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut.
"Kami sudah sadar dari awal bahwa ini jalannya akan panjang. Tapi daripada tidak pernah dikerjakan ya. Vaksin DNA sudah mulai dikerjakan di UI sejak adanya KLB flu burung," ujarnya.
Budiman mengaku telah berkoordinasi dengan BRIN untuk ikut memberikan masukan mengenai penyediaan fasilitas dan sarana prasarana dalam memenuhi pedoman Good Manufacturing Practices (GMP) yang disyaratkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), khususnya untuk produksi vaksin DNA.
Pihaknya juga sudah mengajukan sponsor ke sejumlah organisasi filantropi untuk mendukung penelitian ini. Fasilitas GMP telah ditetapkan berada di BRIN agar bisa dimanfaatkan para peniliti lain.
Namun, Budiman berpendapat pengadaan fasilitas GMP di perguruan tinggi tentu akan menunjang pendidikan dan penelitian dalam bidang produksi vaksin dan obat, khususnya yang berbasis bioteknologi.
Keberadaan 'teaching factory' dalam bentuk fasilitas GMP di perguruan tinggi bakal meningkatkan kemampuan pengajar dari berbagai fakultas di UI, khususnya dari Fakultas Farmasi, untuk memberikan bimbingan bagi mahasiswa yang kelak akan menjadi sumber daya manusia Indonesia di bidang produksi bahan obat berbasis teknologi terkini.
"Fasilitas GMP di perguruan tinggi juga akan mempercepat perolehan bahan obat dan vaksin yang dapat digunakan untuk kepentingan uji klinik fase I dan fase II. Agar tidak membebani pemerintah, fasilitas GMP di Perguruan Tinggi dapat bekerjasama dengan pihak swasta," ujarnya.
Budiman meminta semua pihak mendukung penelitian ini guna kemandirian vaksin. Secara sains penelitian ini mudah dilakukan, namun keterbatasan sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan juga birokrasi yang berbelit membuat penelitian berjalan lambat.
Ia pun mendorong pemerintah lebih memaksimalkan riset di Indonesia. Hal ini sebagai salah satu wajah kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi. Budiman yakin vaksin DNA ini bisa rampung dan dipakai pada 2023 mendatang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN, Iman Hidayat mengatakan vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan tim peneliti UI disebut sebagai vaksin generasi ketiga. Menurutnya, vaksin berbasis DNI dianggap lebih stabil, hemat biaya, dan mudah ditangani.
"Kalau untuk UI, vaksin berbasis platform DNA ini memang sering disebut sebagai vaksin generasi ketiga. Vaksin dari platform DNA ini dianggap lebih stabil, hemat biaya, dan lebih mudah ditangani daripada vaksin konvensional seperti vaksin berbasis inactivated virus," kata Iman kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/2).
Iman menjelaskan vaksin berbasis DNA dahulu masih lebih banyak digunakan untuk vaksin veteriner. Namun, saat ini mulai banyak perusahaan yang membuat vaksin Covid 19 berbasis DNA.
BRIN, kata Iman, pada prinsipnya akan memfasilitasi pendanaan dan infrastruktur mulai dari riset di laboratorium uji praklinis hingga klinis untuk seluruh tim vaksin Merah Putih, termasuk tim UI.
Untuk pendanaan riset penanganan Covid-19, BRIN telah mengalokasikan Rp350 miliar. Selanjutnya, untuk pendanaan riset di organisasi riset terkait di BRIN sebesar Rp60 miliar, serta pendanaan infrastruktur pendukung (animal BSL-3 primata, cGMP) sebesar Rp300 miliar.
"Platform pendanaan BRIN yang sebesar Rp350 miliar untuk memfasilitasi riset Covid 19 ini semuanya berbasis kompetisi, tidak dijatah-jatah dan juga sesuai dengan progress dan kebutuhan masing-masing tim," ujarnya.
Iman menyatakan pihaknya tak menargetkan kapan vaksin yang dikembangkan tim peneliti UI ini masuk uji klinis sampai siap diberikan kepada manusia. Ia pun menyerahkan sepenunya kepada tim peneliti UI.
Berdasarkan timeline yang ditetapkan BRIN dan tim peneliti UI, vaksin Merah Putih UI bisa memasuki uji praklinis dan uji klinis pada 2022. Namun, Iman mengingatkan target tersebut bisa saja molor karena setiap penelitian pasti terjadi kesalahan.
"Mudah-mudahan tim vaksin UI ini bisa memasuki uji praklinis dan uji klinis di tahun 2022," ujar Iman.
(fra)