Organisasi Pembersihan Lingkungan Sungai Watch merilis laporan tentang temuan banyaknya sampah plastik sepanjang tahun 2020 hingga 2021 yang dikumpulkan di sejumlah saluran air yang mengarah ke sungai dan juga Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ilegal di Pulau Bali.
Aksi pengumpulan sampah plastik dari saluran-saluran air itu dilakukan sejak Oktober 2020 sampai akhir 2021 dan terkumpul sebanyak 333 ton plastik dan menjadi polutan terbesar di sungai Bali.
"(Ada) 333.336 kilogram plastik yang dikumpulkan dari saluran air sejak Oktober 2020," kata Gary Bencheghib selaku Founder Sungai Watch dalam keterangannya, Selasa (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menerangkan, Sungai Watch mengembangkan dan merancang teknologi penghalang sampah sederhana untuk menghentikan aliran polusi plastik dari sungai masuk ke laut. Selama lebih dari satu tahun bekerja pihaknya telah memasang sebanyak 105 pembatas sampah di saluran air yang mengarah ke sungai-sungai di wilayah Bali. Dari jumlah total kilogram itu, mereka mengumpulkan setidaknya 227.843 keping sampah plastik untuk diidentifikasi.
Selain itu, pihaknya juga mengumpulkan data dari sampah yang mereka kumpulkan untuk memulai percakapan seputar polusi plastik dengan para pemangku kepentingan. Lalu, mengidentifikasi perusahaan yang paling bertanggung jawab atas pencemaran plastik di Bali.
Selain itu, Sungai Watch mengoperasikan tiga jenis penghalang sampah, yang semuanya dibersihkan secara manual setiap hari oleh tim mereka. Kemudian, sampah yang dikumpulkan di pembatas tersebut telah dipisah terlebih dahulu di lokasi antara sampah plastik dan organik lalu dibawa ke salah satu dari tiga stasiun pemilahan untuk kemudian diproses lebih lanjut.
Kemudian, di setiap fasilitas sampah ditimbang dan tim pemilah bertanggung jawab untuk memilah sampah ke dalam 15 kategori berbeda. Lalu, dikumpulkan dan sampah dicuci, dicacah, hingga disiapkan untuk didaur ulang.
"Dari 333.336 kilogram plastik yang terkumpul, 46 persen merupakan kantong plastik dan sachet plastik, keduanya tidak memiliki nilai daur ulang yang tinggi di Indonesia," ujar Gary.
Sementara, dari catatannya sekitar 90 persen plastik di lautan berasal dari sungai. Indonesia, berdasarkan catatan pihaknya, berada di urutan kedua setelah China sebagai penyumbang sampah terbesar di dunia untuk masalah plastik laut.
Persoalan sampah plastik yang bermuara ke sungai hingga lautan memang menjadi persoalan global dunia modern. Keberadaan sampah-sampah plastik yang tak terurai di perairan itu berisiko merusak biota perairan, yang kemudian salah satunya menjadi konsumsi manusia.
Terkait hal tersebut, secara nasional, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berjanji mengurangi sampah laut hingga 70 persen pada tahun 2025. Hal itu ia sampaikan saat berpidato pada forum internasional One Ocean Summit yang diselenggarakan Prancis.
"Kami juga berkomitmen untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025. Berbagai upaya terus dijalankan," kata Jokowi pada pertemuan virtual yang dihadiri Presiden Prancis Emmanuel Macron, disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (11/2).
Jokowi mengklaim pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah strategi untuk mencapai hal itu. Beberapa di antaranya adalah membuat rencana aksi penanganan sampah plastik laut dan mengoperasikan pembangkit listrik berbahan baku sampah.
Pada kesempatan itu, Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen melakukan konservasi laut seluas 32,5 juta hektare hingga tahun 2030. Indonesia juga akan merehabilitasi hutan bakau seluas 600 ribu hektare hingga tahun 2024.
Mantan Wali Kota Solo itu pun meyakini pemeliharaan laut erat kaitannya dengan penanganan perubahan iklim. Dia mengajak negara lain untuk sama-sama memperhatikan kelestarian kawasan laut.