Cendekiawan Muslim Ahmad Syafii Maarif enggan berkomentar langsung terkait polemik aturan penggunaan sepiker masjid dan musala. Buya Syafii hanya meminta pejabat publik mampu membangun budaya kearifan dalam setiap membuat kebijakan dan bersikap.
Aturan pengeras suara masjid/musala ditekan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Senin (21/2) lalu. Edaraan itu salah satunya mengatur agar volume pengeras suara masjid/musalah maksimal 100 dB atau desibel.
Lihat Juga : |
"Saya enggak mau komentar langsung ya. Pokoknya, bangun budaya kearifan. Terutama pejabat publik ya," kata Buya Syafii di kediamannya, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Jumat (25/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu percaya segala polemik bisa terhindarkan kala para pihak terkait mampu mengedepankan konsep membangun budaya kearifan ini.
"Sehingga tidak menimbulkan pro kontra, kontroversi, itu aja. Bangun budaya kearifan. Itu penting. Pakai bahasa hati, itu aja," ujarnya.
Belakangan, penjelasan Yaqut soal pengaturan volume sepike menuai kecaman setelah Ketua Umum GP Ansor itu memberi contoh gonggongan anjing saat bicara gangguan suara azan lewat pengeras suara.
"Misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," demikian bunyi pernyataan Yaqut, Rabu (23/2).
Dalam klarifikasinya Kemenag menjelaskan bahwa Yaqut tidak membandingkan, melainkan membayangkan kebisingan toa masjid berubah menjadi gangguan. Kemenag menegaskan Yaqut tak menyamakan suara azan dengan suara gonggongan anjing.
"Tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing," dikutip dari keterangan tertulis Kemenag, Jumat (25/2).