Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta TNI dan Polri untuk lebih berbenah terkait kedisiplinan nasional para prajurit yang berada di bawah jajarannya. Pada kesempatan itu, dia juga mengingatkan agar TNI-Polri untuk tidak ikut-ikutan dalam urusan demokrasi.
Pernyataan itu Jokowi sampaikan ketika berpidato di pembukaan Rapat Pimpinan TNI-Polri pada Selasa (1/3). Dia mengaku masih menemukan prajurit TNI-Polri yang berbeda sikap dengan kebijakan pemerintah, khususnya terhadap rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Nusantara, Kalimantan Timur.
Jokowi lantas meminta agar kedisiplinan tersebut lebih 'dikencangkan' dalam tubuh TNI-Polri. Apalagi menurutnya, rencana itu seharusnya tak perlu diperdebatkan ketika sudah diputuskan oleh pemerintah dan telah disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di dalam disiplin TNI Polri sudah tidak bisa diperdebatkan. Apalagi di WA group gampang. Karena disiplin tentara dan polisi beda dengan sipil dan dibatasi oleh aturan pimpinan," kata Jokowi.
"Ini perlu saya ingatkan, di seluruh dunia tentara punya namanya aturan sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara. Yang intinya kalo kita lihat, intinya adalah kesetiaan tegak lurus," tambahnya.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah menilai, langkah Jokowi yang meminta agar TNI dan Polri 'menertibkan' jajarannya di hadapan publik tersebut tidaklah tepat. Dedi mengatakan ada dua alasan mengapa langkah itu tidak seharusnya dilakukan Jokowi.
Pertama, militer sebagai alat kekuasaan negara memang sudah seharusnya tunduk dan patuh terhadap keputusan negara. Karena itulah jabatan panglima tertinggi TNI dan Polri diemban oleh presiden.
Kedua, sentilan Jokowi di hadapan awak media tersebut bukan tidak mungkin malah akan menjadi pisau ganda terhadap pemerintah. Pasalnya, menurut Dedi, publik justru akan mempertanyakan wibawa Jokowi sebagai panglima tertinggi ketika menyindir militer di depan publik.
"Tafsir terburuknya, presiden merasa kepercayaan militer pada presiden mulai bermasalah.Padahal, tanpa ada instruksi remeh semacam itu militer seharusnya terjamin loyalitasnya kepada presiden," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/3).
Pendapat berbeda disampaikan oleh Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo. Kunto berpandangan, boleh jadi memang ada pesan khusus yang ingin ditegaskan Jokowi kepada para petinggi TNI dan Polri melalui sindiran tersebut.
Kendati demikian, ia sepakat bahwasanya apa yang disampaikan Jokowi pada Rapat Pimpinan Polri-TNI itu tidak sepantasnya menjadi konsumsi publik. Sebab Kunto menilai cara tersebut justru berpotensi meruntuhkan citra Jokowi sebagai panglima tertinggi dan juga institusi TNI dan Polri itu sendiri.
"Sebenarnya Pak Jokowi tinggal komando ke jenderalnya selesai itu urusan, tidak perlu curhat di depan publik. Mungkin ada yang ingin ditegaskan Pak Jokowi atau menunjukkan ketidaksukaannya pada beberapa petinggi," ujarnya.
"Tapi seharusnya urusan ini selesai tanpa harus keluar ke media dan publik. Cukup di tubuh TNI dan Polri sendiri, dan itu juga lebih berwibawa bagi TNI dan Polri," imbuhnya.
Di sisi lain, Kunto juga menyoroti pernyataan Jokowi yang meminta agar TNI dan Polri tidak terlibat dalam politik praktis. Ia mengamini bahwasanya kedua institusi tersebut memang tidak sepantasnya memberi dukungan maupun pertentangan terhadap kebijakan pemerintah secara publik.
Akan tetapi, ia menilai hal tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan pemerintahan Jokowi yang menyeret perwira militer ke ranah politik praktis melalui pemberian jabatan di luar departemen atau Kementerian Pertahanan. Semisal jabatan-jabatan komisaris di pelbagai perusahaan.
Kondisi itulah yang menurutnya sedikit banyak berkontribusi terhadap riak-riak penolakan yang muncul dari kalangan militer. Lantaran batasan TNI dan Polri untuk bersikap netral dan profesional semakin kabur akibat tindakan bagi-bagi jabatan yang dilakukan Jokowi.
"Jadi menurut saya, berhentilah menggoda TNI dan Polri untuk berpolitik praktis sehingga mereka tetap bisa profesional dan netral," tegasnya.