Tak Ada Nama Soeharto di Keppres 1 Maret, Golkar Singgung Jas Merah
Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, mengatakan bahwa sejarah merupakan hal yang tidak boleh dilupakan.
Menurutnya, hal tersebut sudah diingatkan oleh Presiden pertama RI, Soekarno dengan singkatan 'Jas Merah' atau 'Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah'.
Pernyataan itu disampaikan Dave merespons Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Presiden RI kedua, Soeharto sebagai sosok yang berperan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yang mendapatkan kritik dari sejumlah kalangan.
"Kita ini selalu diajarkan, bahkan oleh Bung Karno sendiri, Jas Merah. Apapun itu, produk dokumen resmi negara itu bagian dari sejarah, itu proses sejarah bangsa, apalagi itu tercatat resmi dalam lembaran negara," kata Dave saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (4/3).
Dia berkata, tidak boleh ada pihak yang mencoba mengganti atau mengubah sejarah hanya untuk kepentingan atau kepentingan sesaat.
Lebih lanjut, Dave mempertanyakan untung atau rugi yang didapat dari langkah tidak mencantumkan nama Soeharto.
Dia mengingatkan, sejarah seharusnya menjadi pelajaran yang harus terus diingat agar Indonesia menjadi lebih baik di hari mendatang.
"Untung ruginya apa dihilangkan. Itu kan sudah kejadian sejarah, itu mestinya jadi bagian pelajaran buat kita bahwa yang telah lalu harus terus kita ingat karena itu menjadi agar kita bisa menjadi lebih baik ke depannya," tutur Dave.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya menyindir keppres tersebut karena tak mencantumkan nama Soeharto sebagai sosok yang berperan dalam peristiwa itu.
Polemik terkait Serangan Umum 1 Maret 1949 muncul usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keppres Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Soeharto.
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso meminta semua pihak agar jangan sekali-kali menghilangkan sejarah. Selain Jenderal Soedirman dan Sri Sultan Hamengku Buwono, ada nama Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Merespons, Mahfud bilang keppres itu bukan buku sejarah, sehingga harus mencantumkan nama pihak-pihak yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Namun, ia memastikan nama Soeharto tetap ada dalam sejarah peristiwa tersebut.
Mahfud menjelaskan, dalam Keppres itu hanya menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman.
Menurutnya, nama Soeharto dan tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam sejarah itu memang tidak dicantumkan. Ia mengatakan, hal ini serupa dengan teks Proklamasi Kemerdekaan yang ditandatangani Soekarno-Hatta.
(mts/isn)