Wacana Tunda Pemilu, Dalih Berkuasa dan Bom Waktu Kekacauan

CNN Indonesia
Senin, 07 Mar 2022 05:52 WIB
Penundaan Pemilu 2024 dinilai sebagai strategi populer untuk tetap berkuasa. Ilustrasi (ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Angota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demorkasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut penundaan Pemilu 2024 sebagai upaya untuk menerabas pembatasan masa perpanjangan presiden alias ingin tetap berkuasa.

Titi mengingatkan masa jabatan presiden telah diatur dalam Pasal 7 UUD 1945. Dalam aturan itu disebutkan bahwa masa jabatan selama lima tahun dan hanya bisa dipegang selama dua periode berturut-turut oleh seorang presiden yang sama.

"Tentu saja penundaan pemilu merupakan alasan untuk menerabas atau melanggar pembatasan masa jabatan yang diatur dalam Pasal 7 UUD," kata Titi dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (6/3).

Titi mengamini bahwa konstiitusi bisa diganti ataupun diamandemen. Namun, konstitusi itu seharusnya bukan hanya dilihat sebagai pasal semata, melainkan komutmen untuk membatasi kekuasan pemerintah melalui penyelenggaraan pemilu secara periodik.

Menurut Titi, dalam sebuah jurnal yang terbit tahun 2020, dikatakan ada lima strategi yang digunakan oleh para pemimpin politik untuk menerabas atau melawan pembatasan masa jabatan.

Dari kelima strategi itu, kata Titi, yang paling populer atau banyak digunakan oleh para pemimpin politik adalah lewat upaya penundaan pemilu.

"Strategi yang paling populer yang digunakan untuk pemimpin politik tetap berkuasa adalah dengan menunda pemilu tanpa kutip dan itu menjadi pilihan yang populer bagi kekuasaan otoritarian untuk tetap berkuasa," ujarnya.

Titi juga beranggapan bahwa upaya penundaan pemilu untuk menerabas pembatasan jabatan lebih berbahaya ketimbang wacana menambah jabatan presiden bisa tiga periode.

Sebab, jika presiden ingin meneruskan jabatan ke periode ketiga, ia mesti lebih dahulu mengikuti gelaran pemilu, di mana hasilnya bisa menang atau kalah.

Sedangkan jika lewat penundaan pemilu, maka ia bisa memperpanjang jabatannya tanpa harus mengikuti pemilu dan tanpa mendapat legitimasi dari rakyat secara langsung.

"Makanya saya sebut itu tindakan karpet merah untuk menambah masa jabatan presiden dengan menerabas pembatasan masa jabatan tanpa harus berkeringat mengikuti pemilu sehingga dia sebenarnya menjadi sesuatu yang lebih berbahaya, bahkan dibanding presiden tiga periode," kata Titi.

Lebih lanjut, Titi menegaskan bahwa tak ada satupun alasan yang bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024.

"Tidak ada alasan konstitusional, legitimasi politik dan juga pembenaran sosial untuk melakukan penundaan Pemilu 2024," ujarnya.

"Bom waktu kekacauan", berlanjut ke halaman kedua...

Tunda Pemilu Jadi Bom Waktu Kekacauan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :