Warga Roko-Roko Raya, Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara berinisal M mengungkapkan hampir seminggu aparat kepolisian bertahan di kampungnya. Warga setempat ketakutan, bahkan beberapa orang harus bersembunyi karena diancam akan dilaporkan ke polisi.
Polisi bertahan untuk mengamankan aktivitas perusahaan tambang nikel, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di tanah sengketa.
"Kondisi sekarang warga masih takut sama polisi terutama bagi warga yang terlapor. Untuk aparat sekarang masih ada," kata M kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
M menyebut kebanyakan warga yang bersembunyi itu adalah warga yang menolak perusahaan tambang nikel sejak 2019. Mereka juga pernah dilaporkan ke kepolisian saat itu.
"Untuk warga yang terlapor saat ini belum tahu, tapi katanya akan ada yang mau dilaporkan. Sekarang warga kebanyakan masih sembunyi khususnya yang terlapor di tahun 2019 lalu," ujar dia.
M tidak dapat memastikan berapa jumlah polisi yang masih berjaga-jaga di sana. Namun, kata M, aparat kepolisian datang membawa peralatan lengkap seperti senjata.
"Iya biasa bawa senjata. Itulah warga masih takut-takut sama polisi," ucapnya.
Keterangan serupa juga diungkapkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang turut mendampingi warga korban penyerobotan tanah oleh PT GKP.
Anggota Divisi Hukum KontraS, Abimanyu Septiadji menyebut warga Wawonii masih mengalami tekanan lantaran banyak aparat yang masih berseliweran.
"Masih [berseliweran polisi], warga di sana terus mengalami tekanan," kata Abimanyu kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/3).
Belum lagi ancaman dan intimidasi dari Direktur PT GKP, Bambang Murtiyoso. Direktur perusahaan tambang nikel itu mengancam akan melaporkan warga yang masih menolak dan menghalangi kegiatan tambang.
Menurut Abimanyu, sikap Bambang itu menyalahi rekomendasi Komnas HAM pada 2019. Dalam salah satu rekomendasi itu, Komnas HAM mengatakan PT GKP harus menghentikan sementara aktivitas penambangan dan melakukan dialog dengan warga, bukan dengan intimidasi.
"Sikap beliau yang intimidatif dan cenderung menekan warga. Artinya, mereka tidak mengindahkan jalur dialog yang direkomendasikan Komnas HAM tahun 2019," katanya.
Beberapa hari lalu, sejumlah warga penolak tambang di Desa Roko-Roko Raya, Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara pingsan akibat terlibat bentrok dengan warga yang pro tambang pada Kamis (3/3).
Dalam kejadian itu, banyak aparat kepolisian yang datang. KontraS menilai sikap kepolisian patut dipertanyakan karena cenderung membantu PT GKP.
Sementara itu, dalam sebuah video yang viral terlihat Bambang sebagai Direktur GKP mengancam warga penolak tambang.
"Ini siap ditahan, menghalangi-halangi aktivitas tambang, bawa sore ini ke Polda. Tangkap dia. Jangan ada yang ikut, siapkan borgol. Semua kita tangkap, tak ada ruang gerak," kata Bambang.
PT Gema Kreasi Perdana (GKP) membantah tudingan menyerobot tanah milik warga di Desa Sukarelajaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
"Lahan tersebut diperoleh dengan cara jual beli sah antara GKP dengan Ibu Wa Asinah melalui pemerintah desa setempat dengan proses jual beli lahan yang resmi, di mana lahan tersebut sudah dibeli pada tanggal 22 November 2021 lalu, yang berlokasi Desa Sukarelajaya RT03 RW03 Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, dengan luas lebih kurang 3.300 M2," kata Humas PT GKP, Marlion melalui keterangan resmi pada Kamis (3/3) sore.
Marlion juga membantah tudingan telah melakukan penyerobotan terhadap sebidang lahan yang diklaim milik seorang warga bernama La Dani.
Sebab menurutnya, lahan yang disebut-sebut diterobos itu merupakan milik seorang warga bernama Wa Asinah. Marlion juga mengungkapkan, lahan yang diklaim oleh La Dani diduga tidak memiliki dasar hukum dan alas hak yang jelas sebagaimana diatur oleh pemerintahan desa setempat.
"La Dani sudah pernah dilaporkan oleh pihak pemilik lahan yang sah melalui kuasa hukumnya di Polda Sultra atas dugaan penyerobotan lahan. Penyerobotan lahan yang dimaksud di sini mengklaim lahan milik Wa Asinah, membuat pagar-pagar bambu dan pondokan yang tidak jelas maksudnya. Serta menghalangi aktivitas perusahaan yang sudah jelas-jelas membeli lahan tersebut secara resmi dari ibu Wa Asinah," ungkap Marlion.
Lahan milik Wa Asinah dengan luas 3.300 M2, merupakan lahan warisan yang dia peroleh dari orang tuanya. Ia mengaku lahan itu sudah dibagi kepada enam saudaranya.
Alasan Wa Asinah menjual lahannya itu, dampak dari merosotnya harga mete yang dialaminya pada tahun 2021 lalu.
"Lahan tersebut saya jual kepada PT GKP dengan luas sebesar 3.300 M2 pada 22 November 2021. Di mana PT GKP langsung merealisasikan pembayaran tunai pada tanggal tersebut, Alhamdullilah dana pembelian lahan sangat membantu kami sekeluarga," ucap Wa Asinahalam keterangan tertulisnya.
Catatan redaksi: Pernyataan dari PT Gema Kreasi Perdana (GKP) ditambahkan pada hari ini, Selasa (8/3) pukul 13.11 WIB.
(yla/pmg)