Dirut Perusahaan Tambang Ilegal Sultra Dijerat UU Ciptaker
Direktur Utama PT JAP berinisial RMY (27) ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka penambangan nikel ilegal di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Kamis (10/3).
Direktur Jenderal Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan penangkapan dilakukan tim penyidik usai melakukan pemeriksaan terhadap pengawas, operator dan supir yang berada di lokasi tambang.
Hasilnya, PT JAP terbukti melakukan kegiatan penambangan ilegal karena tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan perizinan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
"Pemeriksaan terhadap pengawas, operator, dan supir menunjukkan bahwa penambangan nikel yang dilakukan PT JAP adalah ilegal," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (11/3).
Sani mengatakan kegiatan penindakan tersebut dilakukan pihaknya usai mendapatkan informasi masyarakat terkait adanya aktivitas penambangan nikel ilegal di Kabupaten Konawe Utara, Sultra.
Dari hasil pemeriksaan di lapangan, kata dia, petugas kemudian juga berhasil mengamankan barang bukti enam buah alat berat, berupa tiga eskavator dan tiga dump truck.
Saat ini, tersangka dan seluruh barang bukti tersebut telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Sultra agar dapat segera diproses hukum.
Hal ini menurutnya, sebagai bentuk keseriusan dan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum dan menindak pelaku kejahatan pertambangan ilegal.
"Pelaku kejahatan seperti ini telah mengorbankan banyak pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum. Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Sani mengatakan, pelaku pertambangan ilegal juga tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup, tetapi mereka juga telah merugikan negara serta mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis.
Oleh sebab itu, pihaknya kembali mengingatkan para pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan untuk berhenti melakukan kegiatan ilegal demi mendapatkan keuntungan pribadi di atas kerusakan lingkungan, penderitaan masyarakat serta kerugian negara.
Atas perbuatannya itu tersangka dijerat Pasal 37 angka 5 dan/atau Pasal 17 ayat (1) huruf A.B.C Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Adapun ancaman hukuman paling lama berupa kurungan 15 tahun penjara dan denda paling besar sebanyak Rp10 miliar.
(tfq/arh)