Jakarta, CNN Indonesia --
Dua partai pendukung penundaan Pemilu 2024, Golkar dan PKB terus melakukan manuver diduga untuk menyukseskan wacana yang mereka usung: penundaan pemilu 2024.
Pada Kamis (10/3) lalu, sejumlah elite Golkar yang dipimpin Ketua Umum Airlangga Hartarto bertandang ke markas DPP Partai Nasdem di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Salah satu pembicaraan intim dalam pertemuan politik itu, seperti diakui Ketua Umum NasDem Surya Paloh, adalah tentang wacana penundaan pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paloh mempersilakan dan menghargai jika ada partai yang memperjuangkan wacana penundaan Pemilu 2024. Namun, ia menegaskan partainya tetap pada keputusan awal untuk menolak.
"Ya tadi terus terang saja kami mendiskusikan hal itu (wacana penundaan Pemilu 2024). Kita berbicara dari berbagai perspektif yang ada," kata Paloh kala itu usai menjamu tamu politik tersebut.
Sementara Airlangga berharap agar semua ketua umum partai bertemu membahas kelanjutan wacana itu sebab Indonesia menganut sistem musyawarat mufakat dalam berpolitik.
"Ini perlu dibicarakan secara konsensus antara Ketum-ketum partai, dan kita ini bukan keputusan model Barat, tapi model Indonesia masyarakat untuk mufakat," katanya.
Pada hari yang sama, Fraksi PKB di MPR mengaku bakal mengundang para pakar untuk membahas wacana penundaan Pemilu 2024 yang disampaikan ketua umum mereka Muhaimin Iskandar beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua MPR dari fraksi PKB, Jazilul Fawaid berharap diskusi soal penundaan pemilu tak lagi menjadi barang haram di tengah masyarakat. Dalam hukum, katanya, hal itu lumrah dilakukan agar guna mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi.
"Saya sebagai ketua fraksi MPR di PKB, kita akan mengundang para pakar juga. Kita akan diskusi publik," kata Jazilul.
Menanggapi manuver dua parpol koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno berpendapat, manuver agresif yang dilakukan PKB itu tak lebih hanya untuk mencari panggung bagi Ketua Umum Cak Imin untuk mengatrol elektabilitas.
Meski dihujani kritik dan pemberitaan yang bernada negatif, setidaknya, kata dia, Cak Imin mendapat porsi pemberitaan yang lebih banyak ketimbang sebelumnya.
"Selama ini Cak Imin agak sepi pemberitaan politiknya. Ternyata ketika mainkan isu kontroversi, nama Cak Imin giat naik," kata Adi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (10/3) malam.
Menurut Adi, mendapat reaksi negatif adalah efek samping akibat mengambil sikap politik yang berseberangan dari publik. Namun, kata dia, hal itu juga bisa berbuat manis untuk Cak Imin.
"Ke depan tergantung bagaimana cara komunikasinya. Kalau nanti kemudian Cak Imin bangun momentum politik dan pro rakyat, pasang badan tentu akan berubah. Karena pikiran publik pendek, cepat membully dan cepat memaafkan. Itu lah psikologi pemilih kita," katanya.
Meskipun demikian, Adi melihat patut pula dipertanyakan manuver Cak Imin hingga Airlangga terkait dorongan penundaan pemilu. Padahal, baik Cak Imin dan Airlangga secara gamblang terlihat 'ngebet' pula menjadi peserta Pilpres 2024.
"Secara spesifik orang menafsirkannya ini termasuk dia pasrah sebenarnya menghadapi 2024. Jadi target dia sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Pasrah dalam arti satu sisi menginginkan penundaan pemilu, di sisi lain kampanye politik terus jalan," duga Adi.
Baca halaman selanjutnya.
Sementara soal Airlangga, menurut Adi, manuver yang dilakukan Ketua Umum Partai Golkar itu untuk meredam isu keretakan koalisi pemerintah.
Selama ini, menurutnya koalisi pemerintah selalu kompak terhadap suatu isu. Namun, ketika wacana penundaan pemilu dilempar ke publik, sejumlah partai justru terang-terangan menyatakan penolakan.
"Makanya komunikasi politik itu dibangun minimal untuk redam itu (keretakan koalisi) Kenapa NasDem? Karena NasDem selama ini sikap politik tegas tentang penundaan dan yang datang adalah Airlangga, yang notabene sahabat lama (Surya Paloh) dulu di Golkar," kata Adi.
Dihubungi terpisah, pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi berpendapat serupa.
Menurutnya, ada kemungkinan orang di lingkaran istana yang meminta Airlangga untuk bermanuver agar partai koalisi memiliki suara yang sama soal penundaan pemilu.
"Arahnya kan udah keliatan sebelum didatangi Airlangga bahwa NasDem menolak, kemudian beberapa seperti PPP belum punya sikap. PDIP menolak, Gerindra menolak, itu gambaran bahwa harus didekati satu persatu. Mulai lah dengan NasDem karena tentu Surya Paloh senior Golkar," katanya.
Menurutnya, bukan tidak mungkin, PDI Perjuangan akan balik mendukung wacana itu jika nantinya semua partai koalisi menyetujuinya.
"Kalau Pak Surya bisa didekati, tentu yang lain punya peluang," katanya.
Namun ia mengingatkan, manuver PKB dan Golkar itu bisa menjadi blunder, apalagi jika kedua Ketua Umum parpol itu maju pada pilpres selanjutnya.
"Kalau mereka paksakan. Okelah misal terjadi hal seperti itu, dan mereka mencalonkan di 2027 misalnya ya, saya yakin justru tidak akan menguntungkan posisi mereka karena orang akan cap ini adalah orang-orang yang hanya pikirkan kekuasaan semata," katanya.
Sementara itu, Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa mayoritas pemilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golongan Karya (Golkar), serta Partai Amanat Nasional (PAN) menolak usul penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Padahal, ketua umum dari tiga partai politik (parpol) tersebut merupakan pengusul penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Hasil itu diperoleh dari survei yang digelar pada 23 Februari hingga 3 Maret 2022, dengan total 1.200 responden dari seluruh provinsi. Pengambilan sampelnya menggunakan metode multistage random sampling.
Survei dilakukan secara langsung atau tatap muka dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen.
Berdasarkan hasil itu, diketahui bahwa 66,2 persen pemilih PKB, 71,6 persen pemilih Golkar, serta 93,7 persen pemilih PAN menolak usul penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Pemilih PKB sangat setuju atau setuju 26,7 persen, tidak setuju atau sangat tidak setuju 66,2 persen. Pemilih Golkar sangat setuju atau setuju 24,3 persen, tidak setuju atau sangat tidak setuju 71,6 persen. Lalu, PAN setuju atau sangat setuju 6,3 persen, dan tidak setuju atau sangat tidak setuju 93,7 persen," kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/3).
Pada momen jajak pendapat yang sama, LSI Denny JA juga mendapati mayoritas responden yang puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak wacana penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Dari survei itu diperoleh hasil sebesar 65,1 persen responden yang puas dengan kinerja Jokowi menentang penundaan Pemilu 2024. Sedangkan di pemilih yang menyatakan tak puas dengan kinerja Jokowi, angka yang menentang penundaan pemilu jauh lebih besar yaitu sebesar 87,3 persen.
"Mayoritas pemilih Jokowi 2019, bahkan mayoritas yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi menentang baik isu penundaan pemilu ataupun presiden tiga periode," kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/3).
Pun demikian dengan pemilih Jokowi di Pilpres 2019. Berdasarkan hasil survei LSI Denny JA sebesar 58,1 persen responden menentang penundaan Pemilu 2024.
Sementara dari sisi tingkat pendidikan, 56,8 persen responden dengan pendidikan tamat SD ke bawah, 73,2 persen responden tamatan SMP ke bawah, 73,8 persen responden tamatan SMA ke bawah, serta 77,2 persen responden tamatan D3 ke atas menyatakan tidak setuju Pemilu 2024 ditunda.