Hehamahua dkk di Sidang Uji Formil: UU IKN Bertentangan UU P3
Sebulan setelah diundangkan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) diuji secara formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (16/3) siang.
Uji formil yang disidangkan perdana itu dimohonkan sejumlah orang yakni eks penasihat KPK Abdullah Hehamahua, aktivis Marwan Batubara, Muhyidin Junaidi, dll.
Alasan yang disampaikan dalam perkara Nomor 25/PUU-XX/2022 itu para pemohon melihat UU IKN bertentangan dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Pengujian formil IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 22A UUD 1945 yang merupakan pendelegasian norma kepada ketentuan tersebut dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 6 huruf a, huruf e, huruf s, huruf g UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata kuasa hukum para pemohon yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) Viktor Santoso kepada panel yang dipimpin hakim konstitusi Anwar Usman, seperti dikutip dari situs MK.
Lihat Juga : |
Viktor mengatakan para pemohon melihat UU IKN juga bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, bertentangan dengan asas kejelasan tujuan karena pembentukan UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan yaitu mulai dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan hingga pelaksanaan pembangunan.
"Dengan demikian dapatlah dikatakan UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Khususnya bertentangan dengan asas kejelasan tujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf a UU No. 12 Tahun 2011,"kata dia.
Viktor menerangkan kepada para hakim bahwa klien-kliennya itu memenuhi syarat dalam uji formil di MK, karena merupakan warga negara pembayar pajak yang memiliki hak pilih dan memilih dalam pemilu.
Dalam persidangan perdana itu Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan kedudukan hukum para Pemohon tidak perlu diuraikan lebih jauh karena ini merupakan pengujian formil.
"Sebab dalam pengujian formil yang penting adalah bagaimana Pemohon bisa menguraikan hubungan kausalitas atau pertautan antara Pemohon Prinsipal dengan undang-undang yang dimaksud," jelas Arief.
Tak Kedepankan Asas Keterbukaan
Sementara itu, seperti dikutip dari Antara, dalam sidang itu Viktor mengatakan kliennya melakukan uji formil atas UU IKN itu juga karena melihat pembentukannya tak mengedepankan asas keterbukaan.
"Karena tidak membuka informasi pada setiap pembahasan," kata Viktor.
Hal tersebut, kata Viktor, dapat dilihat pada situs resmi DPR. Dari 28 tahapan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN di DPR, hanya tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses.
"Sementara itu, 21 lainnya dokumen dan informasi tidak dapat diakses publik," katanya.
Pihaknya juga menyinggung keterlibatan partisipasi publik dalam pembentukan sebuah undang-undang. Hal itu sebagaimana yang pernah disampaikan MK saat membacakan Putusan Nomor 91 Tahun 2020 perkara pengujian formil UU Cipta Kerja. MK telah merumuskan makna partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang.
"Partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna," kata dia.
Partisipasi masyarakat tersebut setidaknya, kata Viktor, harus memenuhi tiga syarat, yaitu hak untuk didengarkan, hak dipertimbangkan pendapatnya, dan terakhir hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
"Partisipasi tersebut terutama bagi masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian pada RUU yang dibahas," ujarnya.
Menurut dia, jika salah satu standar saja tidak terpenuhi, undang-undang yang dibentuk dapat dikatakan cacat formil. Cacat formil sebuah undang-undang sudah cukup bisa dibuktikan apabila terjadi kecacatan dari semua atau beberapa tahapan yang dilalui.
Secara keseluruhan total ada 11 pemohon dalam uji materi tersebut. Mereka adalah Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar. Purn. Suharto, Mayjen TNI Purn. Soenarko M.D., Taufik Bahaudin, dan Syamsul Balda.
Selanjutnya Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, M Mursalim R, Irwansyah, dan Agung Mozin.
Lihat Juga :Laporan dari IKN Nusantara Gerak Cepat Periode Kedua dan Bayi IKN Bernama Nusantara |