Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membongkar kebohongan di balik tewasnya tiga prajurit TNI di Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Papua oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Andika mengatakan tiga prajurit itu tewas akibat kelalaian dari komandan kompi pos koramil yang ternyata menugaskan anak buahnya mengamankan proyek galian pasir.
Dari laporan awal, komandan pos itu mengaku anak buahnya tewas ketika sedang patroli. Andika pun geram. Jenderal bintang empat itu meminta kasus ini diproses hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi kegiatan yang dilaporkan oleh komandan pos kepada komandan atasnya yaitu komandan batalyon yang waktu itu vicon (virtual conference) dengan saya, nah itu bohong," kata Andika kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/3).
Kasus ini pun mengungkap bobrok operasi militer di Papua. Selain mengamankan Bumi Cendrawasih dari kelompok separatis, ternyata anggota TNI turut mengawal proyek-proyek tertentu, salah satunya galian pasir.
Akademisi dan Peneliti Marapi Advisory & Consulting Bidang Keamanan dan Pertahanan, Beni Sukadis meminta evaluasi menyeluruh terhadap pendekatan keamanan di Papua. Beni menyoroti arah operasi militer yang tak memiliki target secara rinci.
"Pendekatan keamanan yang sudah dilakukan puluhan tahun ini, belum menunjukkan hasil karena tujuan operasi keamanan yang tidak jelas," kata Beni saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (23/3).
"Perintah politik dari pemimpin sipil dalam soal operasi keamanan tidak pernah jelas, apakah memang ingin membasmi OPM atau bagaimana," tambahnya.
![]() Infografis Warga sipil korban KKB di Papua |
Lihat Juga : |
Beni menilai pendekatan kesejahteraan yang dirancang oleh sejumlah presiden secara turun menurun juga belum membuahkan hasil yang optimal.
Ia pun mencontohkan kebijakan baru yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Menurutnya, pemerintah perlu merombak pendekatan untuk meredam kelompok separatis yang hingga kini masih berjuang untuk memerdekakan diri dari Indonesia.
"Indikator ketidakoptimalan pendekatan kesejahteraan ini terbaca ketika saat ini resistensi kelompok pro kemerdekaan di Papua tidak berkurang atau mereda," ujarnya.
Carut marut pengambilan kebijakan dan pendekatan keamanan yang tak menentu itu dinilai Beni mempengaruhi sikap prajurit TNI untuk memanfaatkan keadaan. Menurutnya, kebijakan yang tak jelas memicu disorientasi prajurit yang bertugas di lapangan.
"Perintah operasi yang tidak jelas sangat bisa menjadi celah bagi siapapun termasuk TNI untuk memanfaatkan keuntungan kelompok atau pribadi masing-masing," katanya.
Beni menilai evaluasi kebijakan pengamanan di Papua secara menyeluruh sangat mendesak. Menurutnya, penting dilakukan asesmen ulang dan penilaian terhadap para prajurit yang kini bertugas di bagian paling Timur wilayah Indonesia tersebut.
Upaya tersebut, kata Beni, diperlukan agar para prajurit TNI memiliki fokus utama ketika bertugas di Papua. Selain itu, permasalahan-permasalahan yang menimbulkan korban jiwa dari unsur TNI-Polri juga dapat diminimalisir.
"Nampaknya ada hambatan dari sisi taktis yaitu aparat TNI tidak begitu mengetahui kontur wilayah di Papua yang sulit terutama hutan dan gunung," ujarnya.
'Perintah Menyimpang saat Operasi Militer' berlanjut ke halaman berikutnya...