Mahfud soal Rencana Pernikahan Ketua MK: Tak Ada Pelanggaran Etik

CNN Indonesia
Kamis, 24 Mar 2022 08:39 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD. (Rusman-Biro Pers)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman bakal menikah dengan adik kandung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Idayati. Menko Polhukam yang juga mantan ketua MK, Mahfud MD, mengatakan tidak ada pelanggaran hukum dan etik dari rencana pernikahan keduanya.

"Tak ada pelanggaran hukum ataupun pelanggaran etik dari rencana Ketua MK untuk menikah," kata Mahfud seperti dikutip detik.com, Rabu (23/3).

Kata Mahfud, yang terpenting ketua MK harus punya integritas. Justru, kata Mahfud, orang yang tidak menikah tapi berzinalah yang harus dipermasalahkan.

"Mau menikah atau tidak menikah lagi, ketua MK itu harus punya integritas," ujarnya.

"Yang harus dimasalahkan justru orang yang tidak menikah tapi berzina," lanjutnya.

Ketua MK Anwar Usman akan menikah dengan Idayati pada akhir Mei 2022.

Sejumlah pihak berpendapat dan meminta agar Anwar Usman melepaskan jabatan Hakim Konstitusi jika sudah menikah dengan Idayati.

Mereka menilai pernikahan tersebut berpotensi besar menimbulkan konflik kepentingan dalam menangani perkara dan berdampak pada muruah Mahkamah Konstitusi (MK).

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan pernikahan tersebut akan menimbulkan dampak terhadap ketatanegaraan, karenaAnwar selaku Hakim Konstitusi akan menyidangkan perkara-perkara yang berkaitan dengan kepentingan politik Presiden.

"Misalnya pengujian UU IKN [Ibu Kota Negara]. Konflik kepentingan akan muncul dalam setiap pengujian UU karena Presiden adalah salah satu pihak. Konflik kepentingan ini harus dijauhi Ketua MK agar lembaga peradilan tetap punya muruah," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Selasa (22/3).

Selain Feri, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie juga menilai pernikahan Ketua MK Anwar Usmandan adik Presiden Joko Widodo (Jokowi) Idayati potensial menimbulkan konflik kepentingan dalam penanganan perkara.

Namun, kata Jimly, konflik kepentingan tersebut tergantung dengan kasus yang ditangani MK. Menurutnya, masalah konflik kepentingan ini tak bisa disamaratakan untuk seluruh perkara.

"Potensi konflik kepentingan itu ada, tergantung kasus per kasus, tergantung perkara yang ditangani. Tak bisa digeneralisasi," kata Jimly kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/3).

Baca berita selengkapnya di sini.

(detik/ugo)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK