Kriminolog dari Universitas Gadjah Mada Suprapto juga meragukan pernyataan Polri yang menyatakan tidak menemukan keterlibatan mafia besar dalam peristiwa tersebut. Pasalnya, kekuatan terbesar untuk menciptakan kelangkaan minyak goreng di pasaran murni berada di bawah kendali perusahaan-perusahaan besar.
"Karena mereka perannya memang sedang memiliki stok yang banyak, sehingga kalau itu tidak dikeluarkan distribusi minyak menjadi terhenti," ujarnya.
Situasi tersebut, menurutnya, sangatlah jauh dibandingkan upaya penimbunan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang baru untuk mencari keuntungan sebagaimana yang diklaim Polri. Terlebih, kebijakan pemerintah sebelumnya yang membatasi pembelian minyak goreng bagi masyarakat mempersempit ruang gerak bagi para spekulan kecil tersebut.
"Katakanlah misalnya dalam keluarga orang berbagi berbelanja, itu pun akan mendapatkan yang memerlukan lama untuk mendapatkan jumlah banyak. Kalau itu dinyatakan sebagai disebabkan oleh munculnya spekulan pengusaha baru, memang tidak masuk akal," tuturnya.
Kendati demikian, Suprapto tidak menampik bahwasanya penimbunan juga sangat mungkin terjadi dalam rantai pendistribusian minyak goreng ke masyarakat. Hanya saja, ia memastikan, penimbunan yang terjadi pada level ini tidak mungkin mampu menciptakan kelangkaan minyak goreng secara masif di pelbagai daerah.
"Partai-partai kecil tidak punya kekuatan yang banyak. Kekuatan mereka seberapa sih untuk menjadi penimbun dalam jumlah yang besar, andaikata menimbun pun paling hanya berapa persen dari sejumlah minyak yang ada," ujarnya.
Oleh sebab itu, dirinya menyarankan agar kepolisian dapat segera membuka data-data para pedagang dadakan yang dimaksud tersebut, sehingga nantinya masyarakat dapat menilai apakah penimbunan yang terjadi belakangan ini murni disebabkan oleh pengusaha kecil atau justru dari korporasi besar.
Lihat Juga : |
Pembukaan data tersebut, menurutnya juga berperan untuk memastikan adanya tindakan hukum dari kepolisian terhadap para pelaku penimbunan minyak goreng.
"Kalau penimbunan oleh pedagang dadakan itu dibilang banyak tapi tidak berbicara data, kita tidak mudah untuk melihatnya. Kalau enggak ada data bagaimana kita bisa meyakini bahwa klaim itu benar," tuturnya.
"Salah satu prinsip penjaminan mutu atauquality assurance systemituspeak with data. Kalau enggak ada itu (data) ya artinya hanya cerita kancil saja begitu," pungkasnya.
(tfq/pmg)