Sementara itu, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati berpendapat amarah yang Jokowi tunjukkan itu nyata. Apalagi, Jokowi sempat mengeluarkan kata 'bodoh' dalam pidatonya.
Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa Jokowi saat ini tengah mengevaluasi kinerja jajarannya. Namun, kata Wasisto, Jokowi tak bisa langsung merombak susunan kabinet.
"Ketidaktergesaan Jokowi soal perombakan kabinet itu memberi pertanda bahwa Jokowi masih memberi kesempatan agar segera menindaklanjuti berbagai arahan tersebut," ujar Wasis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wasis menyatakan apabila Jokowi langsung merombak kabinet, dikhawatirkan terjadi semacam disrupsi dan diskontinuitas kebijakan bagi para pelaku usaha dan publik. Terlebih, aksi dan tindakan Jokowi ihwal perombakan kabinet seringkali tak terduga.
"Namun sebenarnya dengan penyebutan kata 'bodoh' itu menunjukkan bahwa presiden sudah serius dalam mengevaluasi kinerja para menterinya. Sehingga bisa jadi nanti ketika presiden berpidato di periode berikutnya, sudah terjadi perombakan," katanya.
Ia juga menilai ekspresi kemarahan Jokowi memberikan semacam sinyalemen akhir akan datangnya perombakan kabinet. Ia menyoroti sejumlah kata kunci seperti 'impor', 'alkes', dan 'produk dalam negeri'.
"Sepertinya sudah mengerucut bahwa sektor perekonomian terutama perdagangan dan perindustrian perlu dibenahi," ujarnya.
Ancaman reshuffle kabinet Jokowi ini muncul ke publik usai Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan koalisi pemerintah. Meski PAN sudah merapat sejak 2021, sampai saat ini mereka belum mendapat posisi di jajaran Kabinet Indonesia Maju.
Menurut Dedi, ancaman Jokowi ini bisa dilihat sebagai salah satu momentum untuk memasukan kader PAN ke dalam kabinet.
"Reshuffle sebenarnya saat ini miliki momentum, pertama, PAN dalam mitra koalisi, kedua karena ada persoalan yang pemerintah gagal menjalani, yakni kekisruhan minyak goreng yang disinyalir adanya mafia. Tentu dua hal itu cukup untuk reshuffle," kata Dedi.
Dedi mengatakan sepanjang PAN belum memiliki posisi di kementerian, maka isu reshuffle akan terus bergulir. Oleh karena itu, ancaman Jokowi di Bali kemarin juga dapat dilihat sebagai sinyal perombakan kabinet dalam waktu dekat.
Sementara Wasisto menilai amarah Jokowi itu diluapkan agar publik tidak menilai bahwa reshuffle kabinet itu sebagai bentuk akomodasi gabungnya partai yang dipimpin Zulkifli Hasan itu.
"Potensi masuknya kader PAN dalam kabinet memang sangat memungkinkan, namun setidaknya presiden ingin memberi peringatan keras dahulu supaya tidak terkesan perombakan kabinet itu bagian dari akomodasi politik PAN ke dalam kekuasaan," ujarnya.
(dmi/fra)