Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan bahwa gorden di rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan sudah seperti kain pel sehingga perlu diganti. Bahkan sudah ada yang hilang.
Diketahui, DPR menganggarkan Rp48,7 miliar untuk mengganti gorden di rumah dinas.
"Saya enggak tega menyampaikan itu seperti sudah 13 tahun, seperti kain pel. Jadi sebagian gorden di sana sudah hilang dan enggak bisa dilacak karena kondisinya sudah sangat parah," ujar Indra saat konferensi pers di Komplek Gedung Nusantara, Senin (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada yang robek, dan karena untuk gorden tertentu untuk udara lembab enggak tahan dan dibuang hanya sebagian kecil masih ada dari kantor dan pengadaan 13 tahun lalu," sambungnya.
Indra menyebut gorden baru yang akan dibeli bakal dipasang di 505 rumah dinas anggota DPR. Nantinya, masing-masing rumah bakal mendapat sebelas item gorden untuk sebelas ruangan.
"Catatan saya, saya enggak menyebutkan per meter panjang per meter ya, tadi saya sebut per meter untuk lantai 1 ada 6 ruangan, untuk lantai dua ada 5 ruangan, jadi ada 11 ruangan," ucapnya.
Jika dirinci, di lantai satu terdiri dari jendela ruang tamu, pintu jendela ruang keluarga, jendela ruang kerja, ruang tidur utama, jendela dapur, dan jendela tangga.
Di lantai dua, gorden akan dipasang di dua jendela ruang tidur anak, jendela ruang keluarga dan jendela ruang tidur ART.
Indra memastikan gorden yang digunakan adalah produk dalam negeri dan sesuai dengan spek yang telah ditentukan. Proses pengadaannya pun dilakukan dengan lelang terbuka.
Sebelumnya, Setjen DPR menganggarkan Rp59 miliar untuk mengganti gorden rumah dinas anggota dewan dan pengaspalan baru di kompleks parlemen Senayan, Jakarta.
Dari total jumlah tersebut, sebanyak Rp48,7 miliar untuk penggantian gorden di rumah dinas anggota dewan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Lalu, Rp11 miliar untuk aspal baru di kompleks parlemen.
Rencana pengadaan itu dikritik oleh elemen masyarakat seperti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai proyek pengadaan barang dan jasa oleh DPR itu tak memiliki sensitivitas kepada rakyat yang mengalami kesulitan di masa pandemi Covid-19.
"Jika punya tanggungjawab moral maka mestinya DPR dengan mudah bisa memahami betapa keputusan pengadaan gorden dengan anggaran yang fantastis merupakan sesuatu yang tidak sensitif dan tidak peduli pada nasib rakyat," kata dia kepada CNNIndonesia.com, saat dikonfirmasi, Senin (28/3).