Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan kinerja anggota DPR di bidang legislasi lebih menunjukkan mereka bekerja sebagai wakil partai politik, bukan wakil rakyat.
"Kalau kita lihat, DPR kita ini ironi, karena lebih menunjukkan diri mereka sebagai wakil partai politik bukan wakil rakyat," kata Lucius dalam diskusi 'Rakyat Menagih DPR: Revisi UU ITE, RUU TPKS, RUU PDP' yang digelar PARA Syndicate secara daring, Kamis (24/3).
Lihat Juga : |
Licius menyebut kinerja legislasi DPR dalam dua tahun terakhir terlihat lebih mendahulukan rancangan undang-undang (RUU) prioritas pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, menurut Lucius, kinerja legislasi DPR terlihat seolah-olah ingin melayani pemerintah dengan menuntaskan RUU yang berat secara cepat, seperti UU Cipta Kerja (Ciptaker) dan UU Ibu Kota Negara (IKN).
"Ciptaker hanya sekitar delapan bulanan dan IKN tidak lebih dari satu masa sidang, hanya sebulan bisa disahkan. Termasuk juga RUU lainnya, seperti minerba dan pajak. Saya kira kita belum melihat DPR menjadi wakil rakyat," ujarnya.
Lucius kemudian menyinggung tiga RUU yang belum tuntas hingga saat ini, yakini revisi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), serta RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Menurutnya, tiga RUU itu baru sebatas dijanjikan saja untuk segera dibahas.
"Ketua DPR, Puan Maharani selalu menargetkan ketiga aturan itu, tapi sampai sekarang tidak selesai. Ini ironi bagi DPR," katanya.
Merespons kritik tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan DPR merupakan medan dan ruang pertarungan politik. Menurutnya, ideologi dan politik itu sejarahnya keberpihakan.
Ia mencontohkan RUU TPKS yang diusulkan oleh Fraksi NasDem. Menurutnya, tak semua anggota fraksi mendukung RUU TPKS.
"Itulah medan pertarungan politik, tapi kita tidak bisa pukul rata itu karena itu sesat pikir. Kalau tidak diluruskan, rakyat tidak pernah terdidik, tidak pernah melihat mana yang memperjuangkan dan mana yang menolak," kata Willy.
Lebih lanjut, Willy berkata pembahasan revisi UU ITE akan dilakukan setelah pembahasan RUU PDP. Menurutnya, kendala dalam pembahasan revisi UU ITE diakibatkan oleh permasalahan pada prosedur pembahasan.
Sebuah komisi di DPR, kata Willy, saat ini hanya dapat membahas satu rancangan regulasi yang diusulkan oleh pemerintah atau komisi itu sendiri.
"ITE usulan pemerintah, PDP juga usulan pemerintah. Tidak boleh keduanya dibahas dalam waktu yang bersamaan, kecuali itu dibentuk panitia khusus," ujarnya.
Politikus Partai NasDem itu mengklaim pembahasan RUU PDP masih menghadapi kendala pada pembahasan soal keberadaan badan yang memiliki otoritas untuk mengelola data pribadi milik warga negara.
Ia bilang DPR ingin membentuk otoritas pengawas perlindungan data pribadi yang independen, sementara pemerintah ingin agar badan tersebut berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Tinggal satu pasal itu saja, yang lain sudah kelar," ujarnya.
(mts/fra)