Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo mengatakan pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) bukan menjadi domain TNI AU, tetapi Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Hal itu disampaikannya merespons rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia. Sebagai informasi, rencana itu telah dilontarkan pemerintah sejak 2017 lalu, namun belum terealisasi hingga kini.
"Kewenangan kami adalah bagaimana kami menyiapkan pelatihan, pembinaan dan lain sebagainya, untuk pembelian berada di domain Kementerian Pertahanan," kata Fadjar di sela Seminar Internasional 'Air Power', Rabu (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, pada 2017 lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkap soal rencana pembelian Sukhoi yang dilakukan dengan skema imbal beli dengan Rusia.
Namun dalam perjalanannya, rencana itu urung terealisasi. Lalu pada 2019, Rusia sempat mengatakan sejumlah negara tak menyukai rencana Indonesia membeli jet tempur Sukhoi Su-35.
Wakil Duta Besar Rusia di Jakarta, Oleg V Kopylov, tak menyebut negara yang dimaksud. Ia hanya menuturkan beberapa negara itu bahkan mencoba mengancam agar Indonesia tak jadi membeli pesawat tersebut.
"Indonesia tetap berkeinginan untuk melanjutkan kontrak pembelian Sukhoi meski beberapa negara mencoba mengancam Indonesia. Tapi Indonesia tak merasa terancam, ini sangat bagus," kata Kopylov dalam jumpa pers di kantornya, Desember 2019.
Sementara berdasarkan laporan media asing, Indonesia terancam batal membeli pesawat tempur itu karena ancaman sanksi dari Amerika Serikat.
Rumor pembatalan ini muncul setelah seorang pejabat Indonesia yang tak ingin disebutkan namanya menuturkan pihak AS telah menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa kena sanksi jika terus melanjutkan kontrak dengan musuh bebuyutannya itu.
Dikutip dari Bloomberg, pejabat yang mengetahui kontrak pembelian jet itu mengatakan bahwa sejumlah rekan telah berulang kali mempertanyakan mengapa Indonesia tidak boleh membeli jet Rusia dalam beberapa pertemuan dengan pihak AS dan menteri pertahanan Negeri Paman Sam.
Pejabat itu memaparkan bahwa pejabat AS dengan gampangnya hanya menjawab bahwa itu adalah kebijakan Negeri Paman Sam.
Amerika diketahui memiliki undang-undang yang dapat menjatuhkan sanksi terhadap negara lain, terutama negara mitra, jika kedapatan menjalin transaksi alutsista dengan musuh AS.
Undang-undang itu dikenal dengan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). UU itu berlaku bagi Rusia dan beberapa negara lain yang juga dianggap AS ancaman seperti China.
Di tengah kesimpangsiuran itu, Kemhan melakukan penandatanganan kontrak kerja sama pembelian enam pesawat tempur generasi 4,5, Dassault Rafale buatan Prancis.
Penandatanganan kontrak itu disaksikan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto saat menerima kunjungan Menteri Angkatan Bersenjata Republik Prancis H.E. Mrs. Florence Parly beserta delegasi di Kemhan, Jakarta, Kamis (10/2).
"Kita rencananya akan mengakuisisi 42 pesawat Rafale. Kita mulai hari ini dengan tanda tangan kontrak pertama untuk 6 pesawat," kata Prabowo saat itu.
(fra/yoa/fra)