Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly ingin merevisi UU Kedokteran dan UU Praktik Kedokteran usai Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memecat Terawan Agus Putranto. Sejumlah pengamat menilai pemerintah terlalu jauh ikut campur dalam organisasi kedokteran.
Yasonna menyatakan kekecewaan terhadap keputusan IDI memecat Terawan. Menurut Yasonna, Terawan telah berjasa menyembuhkan sejumlah kerabatnya lewat metode digital substraction angiography (DSA) atau cuci otak.
Dia menilai tak seharusnya Terawan dipecat karena menerapkan metode tersebut. Yasonna ingin keberadaan IDI dievaluasi lewat revisi undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Posisi IDI HARUS dievaluasi! Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktek dokter adalah domain Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan," tulis Yasonna melalui akun Instagram resmi, Rabu (30/3).
Lihat Juga : |
Pengamat komunikasi politik Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo melihat sikap Yasonna sebagai bagian dari gelombang pembelaan politisi kepada Terawan.
Dia menilai ada motif balas budi di balik sikap para politisi tersebut. Tapi niat baik itu tak dibarengi pemahaman terhadap ranah etika dan hukum dalam profesi kedokteran.
Kunto menyebut sikap Yasonna dan politisi lainnya malah berbahaya. Direktur Eksekutif KedaiKopi itu berpendapat fungsi organisasi profesi adalah mengecek pelaksanaan kode etik teman sejawat. Menurutnya, intervensi pemerintah justru akan merusak tatanan yang ada.
"Jangan berharap dokter profesional, advokat yang profesional. Ketika politik masuk berusaha mengintervensi itu, rusak semua bangunan profesionalitas kita," tutur Kunto.
Menurut pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah kasus pemecatan Terawan adalah urusan internal organisasi kedokteran yang telah diatur undang-undang.
Karena menjadi urusan internal maka Yasonna tidak sepatutnya mencampuri keputusan IDI memecat Terawan. Trubus berpendapat pernyataan Yasonna hanya akan menambah runyam perdebatan di publik.
"Okelah mereka orang yang pernah dilayani, pernah jadi pasien, tetapi kan tidak pada tempatnya dia dilibatkan secara emosional untuk ikut mempengaruhi, membuat situasinya menjadi gaduh," kata Trubus, Minggu (3/4).
Intervensi seperti dilakukan Yasonna dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk. Dia menyebut bukan tidak mungkin pemerintah melakukan hal serupa jika tak sepakat dengan keputusan organisasi profesi lainnya.
Dia berkata seharusnya pemerintah memberi ruang kepada tiap-tiap organisasi profesi membereskan urusan internal. Trubus khawatir intervensi seperti pada kasus pemecatan Terawan berdampak buruk bagi sistem demokrasi.
"Jadi bahaya. Saya rasa itu akan mempengaruhi kredibilitas organisasi profesi dan merusak citra profesi kalau pihak-pihak tertentu atas nama kekuasaan ikut mengobok-obok," ujarnya.
"Ini cara-cara arogansi, antidemokrasi," imbuhnya.
(dhf/wis)