Kolonel Priyanto Ingin Minta Maaf ke Keluarga Handi-Salsa
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana, Kolonel Infanteri Priyanto mengaku ingin menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Handi dan Salsabila, korban kecelakaan yang dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Mudah-mudahan nanti kalau udah selesai, ada waktu yang ini, kami akan mencoba meminta maaf," kata Priyanto dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4).
Priyanto mengaku menyesal atas perbuatannya. Saat kejadian, ia mengaku panik hingga akhirnya membuang Handi dan Salsa ke sungai.
"Tindakan yang saya lakukan emang salah. Saya akui dan saya menyesal. Harapan saya, saya bisa minta maaf kepada keluarganya, dan saya juga menyesal, sangat-sangat menyesal, mungkin yang saya lakukan, saya tidak tau ada setan dari mana yang masuk ke kepala, saya juga enggak tau, panik, kalap dan ada yang masuk tiba-tiba, saya tidak tahu bagaimana," katanya.
Dalam sidang tersebut, ia juga mengungkap alasan membuang Handi dan Salsa ke sungai. Awalnya ia mengaku ingin membawa Handi dan Salsa ke rumah sakit atau puskesmas usai terlibat kecelakaan. Saat kecelakaan, mobil dikemudikan oleh Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Priyanto menyebut ketika sudah meninggalkan lokasi kecelakaan, Andreas yang masih mengemudikan mobil gemetar dan berbicara tentang kekhawatirannya usai terlibat kecelakaan.
"Dia (Andreas) gemetar. (Ngomong) 'izin bapak bagaimana anak dan istri saya nasibnya, sambil gemetar nyopir'. Kemudian karena gemetar nyopir tidak fokus, akhirnya saya gantikan," kata Priyanto.
Usai menggantikan Andreas mengemudi mobil, ia mengatakan muncul ide untuk membuang Handi dan Salsa.
Hakim ketua lalu bertanya soal alasan munculnya ide tersebut. "Apa alasan terdakwa tidak bawa ke rumah sakit?" ujar hakim.
"Pertama saya punya hubungan emosional, sudah lama dia (Andreas Dwi Atmoko) jaga anak, jaga keluarga saya," kata Priyanto.
"Terus kalau ada hubungan emosional dengan Dwi Atmoko?" tanya Hakim.
"Ada niat untuk menolong dia. Itu pertama, kemudian panik, kemudian Dwi Atmoko juga panik, dia bingung juga. Akhirnya saya ambil keputusan sudah kita hilangkan, kita buang saja. Dari situ mulai tercetus," kata Priyanto.
(yoa/fra)