Masjid Wotgaleh dan Mitos Pesawat Jatuh Jika Terbang Melintasinya

CNN Indonesia
Selasa, 19 Apr 2022 08:00 WIB
Masjid Sulthoni Wotgaleh berada persis di luar atau sisi selatan landasan pacu Bandara Adisoetjipto Yogyakarta ini bak tersembunyi oleh areal pohon tebu.
Masjid Sulthoni Wotgaleh (CNN Indonesia/Tunggul)

Masjid ini memiliki pengaruh yang kuat bahkan di masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Masjid Sulthoni adalah salah satu poros vital penyebaran agama kala itu bersama Kotagede dan Kauman.

Dahulu, sebelum terkepung pepohonan tebu Masjid Wotgaleh dikelilingi pemukiman penduduk yang kemudian luluh lantah akibat kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang.

"Para ulama di Wotgaleh lalu menyebar dan mendirikan masjid-masjid atau musala," tutur Asrori.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan Masjid Wotgaleh yang tinggal semata wayang, berdasarkan cerita yang ada nyaris kena rencana perluasan Adisutjipto pada medio 1950. Kendati wacana itu urung terlaksana, meski waktu itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX mempersilakan untuk memindahkan masjid ke Imogiri.

Nyatanya, tak ada yang berani memindahnya. Lantaran meski mempersilakan, Sri Sultan Hamengku Buwono X enggan menanggung manakala setelahnya muncul hal tidak diinginkan.

"Yang tinggal berdiri cuma ini, rumah-rumah penduduk sudah bongkar semua," katanya.

Kata Asrori, masjid ini macam diselimuti mistis bagi yang meyakininya. Asrori yang bertugas hampir 20 tahun telah terbiasa mendengar suara bisikan-bisikan di telinganya. Istiqomah membuatnya cuma menangkap suara-suara positif.

"Kalau dari peziarah mungkin bisa komunikasi dengan Eyang Purboyo. Yang punya mata batin, melihatnya bukan sekadar makam tapi sebuah kerajaan," bebernya.

Namun, balutan mitos dan kisah-kisah mistis tadi sama sekali tak dimaksudkan untuk membuat nilai-nilai keislaman Masjid Wotgaleh pudar. Begitu pula amal saleh Panembahan Purubaya.

Sebagaimana masjid pada umumnya, Masjid Wotgaleh tetap menjadi wadah kegiatan keagamaan seperti salat fardu, pengajian, ceramah kajian agama, serta penelitian, mengingat status bangunan sebagai cagar budaya. Masjid beserta masyarakat terlibat bersama dalam serentetan agenda Ramadan dan penyambutannya, macam nyadran.

Abdi Dalem salah satu tugasnya demi memastikan tiada peziarah yang menyimpang. Memastikan semua ziarah kubur tetap lurus sesuai ajaran agama. Mengajarkan teladan kehidupan dari trah Purabaya kepada para pengunjung adalah bagian dari tugas.

Sulthoni Wotgaleh di Noyokerten, Sendangtirto, Berbah, Sleman, Selasa (22/3).Foto: CNN Indonesia/Tunggul
Sulthoni Wotgaleh di Noyokerten, Sendangtirto, Berbah, Sleman, Selasa (22/3).

Kiprah Purabaya I selaku prajurit mengilhami kesetiaan hidup-mati untuk sesuatu. Sebagai seorang muslim tentunya taat pada ajaran Muhammad dan kontribusi penyebarannya di Tanah Jawa.

"Selanjutnya, meneladani kepribadiannya yang lembah manah atau sering beramal soleh, selalu berserah diri, tidak mengejar harta duniawi atau sifatnya dalam pemikiran kembalikan ke Yang Maha Kuasa. Sehingga tidak ngoyoworo (mengada-ada), lebih berhati-hati atau tidak gegabah," pungkasnya.

Pemerhati Sejarah dan Budaya dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eka Hadiyanta sementara mengatakan, masjid dan makam ini adalah sarana fisik untuk mengapresiasi keberadaan leluhur. Secara maknawi sebagai teladan akan rasa bangga serta handarbeni atas nilai-nilai yang pendahulu tanamkan.

Mitos masjid yang bersemayam di tengah masyarakat dan dihormati AU kini, menurut Eka, merupakan wujud komunikasi antar generasi. Secara konsep rasional yakni upaya pelestarian atau transfer pengetahuan.

"Biasanya seperti mitos-mitos tempat yang lain, itu bagian dari penghargaan masyarakat yang dalam logika tradisional itu muncul cerita-cerita yang tujuannya untuk tetap mengagungkan tokoh yang ada di situ. Menjadi bagian legitimasi, pengabsahan bahwa tokoh itu layak untuk diluhurkan, tak boleh diperlakukan semena-mena," jelas Eka saat dihubungi.

Mantan arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)DIY itu menjelaskan, Masjid Sulthoni Wotgaleh layak ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB). Karena dianggap memenuhi kriteria: berusia dan mewakili masa gaya minimal 50 tahun; berarti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan; serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Semua syarat itu berpedoman pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Masjid dan makam Sulthoni Wotgaleh dinilai menghadirkan manfaat sosial bagi masyarakat. "Dari sisi spiritual, sebagai tempat ziarah dan acara keagamaan," tutupnya.

(kum/isn)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER