ANALISIS

Pemekaran Papua, Antara Solusi Konflik dan Kepentingan Elite

CNN Indonesia
Jumat, 08 Apr 2022 16:03 WIB
Pakar menilai rencana pemerintah menyepakati pemekaran di Papua merupakan langkah yang kurang cermat dan menyulut konflik bersenjata.
Ilustrasi.Rencana pemekaran Papua dinilai akan menimbulkan konflik baru (AFP/SEVIANTO PAKIDING)

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid itu lantas menilai, rencana pemekaran di Papua justru bukan melahirkan solusi, melainkan malah menjadi masalah baru yang menyulut konflik bersenjata tak kunjung reda di Bumi Cendrawasih.

Usman juga menilai pengesahan RUU soal pemekaran tiga provinsi di Papua itu cacat prosedural dan material. Disebut cacat prosedural karena dibuat dan disepakati tanpa partisipasi dan konsultasi orang asli Papua setidaknya MRP. Padahal kebijakan itu berdampak besar bagi mereka.

Kemudian disebut cacat material karena RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah itu menggunakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang materinya sedang diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa makin keras penolakan terhadap daerah otonomi baru (DOB), bahkan terhadap Otsus itu sendiri," kata Usman kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/4) malam.

"Dan lebih jauh lagi menyuburkan keinginan untuk merdeka. Yang paling saya khawatirkan adalah kebijakan pemerintah dan DPR tersebut menghadap-hadapkan penolakan besar masyarakat dengan aparat keamanan. Eskalasi konflik, kekerasan, dan pelanggaran HAM," imbuhnya.

Usman melanjutkan, DPR sudah seharusnya mendengarkan suara Papua dengan seksama dengan tanpa menyudutkan opini-opini penolakan sebagai representasi dari warga Papua yang pro separatis. Warga Papua berhak menyuarakan pendapat mereka lantaran pemekaran ini terjadi di wilayah kekuasaan mereka.

Ia juga menyebut, seharusnya DPR berpikir bagaimana cara untuk menghentikan baku tembak yang terus meningkat eskalasinya. Misalnya, dengan menimbang usulan Komnas HAM untuk mendorong dialog.

"DPR seharusnya juga kritis sehingga bisa mengetahui apa motif Pemerintah memaksakan pemekaran di Papua. Jangan-jangan itu hanya kepentingan beberapa menteri saja, bukan kepentingan negara dalam kerangka melindungi hak-hak orang asli Papua," jelas Usman.

Usman juga curiga, ambisi pemerintah melakukan pemekaran di Papua terkait dengan proses perizinan penambangan di Blok Wabu. Selama 2-3 tahun terakhir, kata dia, ada tarik ulur antara Kementerian ESDM dengan Gubernur Papua soal penambangan di tempat tersebut.

Dengan kondisi itu, ia menduga pemerintah mengambil jalan pintas dengan pemekaran wilayah agar izin mudah diberikan. Untuk itu, Usman meminta agar pemerintah dan DPR segera mengundang MRP dan Gubernur Papua. Sementara kesepakatan RUU pemekaran itu dibatalkan, setidaknya menunda rencana itu sampai putusan MK terbit.

"Itu kebijakan yang tidak sopan. Ibarat di ibu kota, pemerintah dan DPR membuat provinsi DKI tiba-tiba menjadi 3 atau 4, bagaimana kira-kira reaksi sang gubernur dan DPRD DKI?," cetusnya.

Usman menilai, pemerintah pusat dan DPR bukan hanya tidak sensitif terhadap dampak kebijakan yang dibuat mereka bagi orang asli Papua, tetapi juga bagi aparat keamanan yang nantinya harus dihadapkan dengan gelora protes masyarakat.

Ia kemudian menyinggung, Otsus gagal bukan karena separatisme Papua, melainkan separatisme Jakarta. Keputusan-keputusan sepihak dari pemerintah pusat yang inkonsisten dengan Otsus menurutnya justru memberi bensin pada api tuntutan kemerdekaan Papua.

"Warga Papua sudah memberikan yang terbaik dalam membela dan memperjuangkan hak-hak mereka. Tidak sedikit dari mereka yang telah berkorban. Sayangnya, pemerintah pusat dan DPR kurang aspiratif," pungkas Usman.

Pemerataan Pembangunan

Sementara, Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan rencana pemekaran provinsi di Papua dan Papua Barat adalah bagian dari upaya pemerintah meratakan pembangunan.

Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan selama ini pelayanan publik hanya terpusat di ibu kota provinsi. Pemerintah berharap pemekaran provinsi akan mendistribusikan pelayanan ke berbagai penjuru Papua.

"Kebijakan DOB (daerah otonomi baru) di Provinsi Papua dan Papua Barat yang akan dilakukan pemerintah berdasarkan aspirasi masyarakat merupakan upaya pemerataan pembangunan dan pelayanan di wilayah yang memiliki luas hampir 4 kali lipat Pulau Jawa ini," kata Jaleswari beberapa waktu lalu.

(khr/isn)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER