Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengakui layanan fasilitas pelayanan (faskes) di Indonesia kurang maksimal sehingga mengakibatkan layanan rujukan pasien kerap penuh antrean.
Kondisi itu, menurut Budi, menjadi salah satu penyebab utama warga Indonesia banyak yang lebih memiliki pengobatan di luar negeri.
Budi menyebut, pelayanan kesehatan terutama untuk penyakit degeneratif yang menjadi penyumbang kematian tertinggi di Indonesia seperti jantung, stroke dan kanker masih belum merata dan maksimal di Indonesia. Padahal Penyakit Tidak Menular (PTM) itu menurutnya membutuhkan waktu penanganan yang cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus PTM di Indonesia setiap tahunnya bertambah. Karena layanan rujukannya sedikit, antreannya jadi makin panjang. PTM itu kan butuh perawatan yang cepat, kalau waktu tunggunya lama, pantas saja orang pergi ke luar. Makanya kita akan segera bereskan," kata Budi dikutip dari situs resmi Kemenkes, Senin (18/4).
"Ada daerah yang dokter spesialisnya cuma 1 atau 2, ini sangat jauh untuk melayani jumlah populasi di wilayah masing-masing," imbuhnya.
Melihat kondisi itu, Budi menjamin dalam waktu dekat Kemenkes akan melakukan transformasi layanan primer yang dimulai dengan memperluas infrastruktur kesehatan hingga level rumah atau masyarakat. Kemudian meningkatkan program promotif preventif, menurunkan angka stunting, dan menekan Angka Kematian Ibu (AKI).
Budi menambahkan, pihaknya telah berdiskusi dengan diaspora kesehatan Indonesia yang berkarir di Amerika dan Eropa pada Minggu (17/4) lalu. Ia berharap mereka dapat membantu memberikan kritik dan saran serta memperkuat peta jalan untuk mewujudkan keberhasilan transformasi sistem kesehatan di Indonesia.
Lebih lanjut, Budi ada membeberkan, ketersediaan tenaga kesehatan menjadi tantangan khusus dalam upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Saat ini jumlah tenaga kesehatan di Indonesia masih sangat kurang.
Berdasarkan standar batas dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), rasio ideal antara dokter dan masyarakat adalah 1:1000 orang. Artinya satu dokter dipersiapkan untuk melayani 1,000 penduduk di satu wilayah.
Namun demikian, ketersediaan dokter di Indonesia saat ini hanya 101.476 dokter, dengan jumlah populasi sekitar 273.984.400 jiwa. Dengan demikian, Indonesia masih kekurangan sekitar 172.508 dokter.
"Dengan tingkat kelulusan dokter sebanyak 12 ribu orang per tahun, setidaknya butuh waktu sekitar 10 tahun untuk memenuhi rasio dokter di Indonesia. Kita harus percepat kerjanya, karena kalau tidak akan semakin banyak masyarakat yang tidak tertolong," kata dia.
Adapun untuk memenuhi rasio dokter itu. Kemenkes, lanjut Budi, tengah menjajaki kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menambah jumlah fakultas kedokteran dan meningkatkan produksi tenaga kesehatan. Penambahan ini sebagai upaya pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan di Indonesia.
Masing-masing fakultas kedokteran dan RS akan mengampu fakultas kedokteran dan RS lain di seluruh Indonesia. Untuk itu, jumlah dokter, dosen dan RS akan ditambah tanpa mengurangi kualitas layanan. Ditargetkan penyediaan dokter ini akan tercapai dalam 10 tahun.
"Prodi-prodinya aku minta dibuka lebih banyak, terutama penyebab kematian yang lebih besar di Indonesia, kanker, stroke dan jantung. Itu butuhnya spesialisnya apa saja, prodinya harus ada," pungkasnya.