Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mengusulkan pemerintah membentuk Dewan Pengawas (Dewas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurutnya, IDI perlu diawasi agar tidak menjadi lembaga "super body" dan elitis.
"IDI harus punya dewas. Jadi tidak serta merta segala sesuatunya ditentukan oleh IDI. Ada pengawasan di atas IDI yang mengoreksi, memberikan advice, dan lain-lain terhadap organisasi profesi ini, sehingga dia tidak menjadi 'superbody' dan elitis," kata Irma dalam diskusi daring, Selasa (19/4).
Politikus Partai Nasdem itu pun menyinggung soal keputusan IDI memberhentikan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Irma berpendapat, lewat keputusan tersebut, IDI mencerminkan sikap tidak membela anggota, tidak menumbuhkembangkan anggota, dan tidak mensejahterakan teman sejawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Irma menilai IDI tidak melakukan pembinaan dan pengembangan kemampuan profesi anggota karena mempersoalkan terapi "cuci otak" Terawan yang dikenal sebagai metode Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang merupakan modifikasi Digital Subtraction Angiography (DSA).
"Kalau DSA dipermasalahkan yang tidak ada efek samping, kenapa obat-obat herbal dibiarkan bebas?" kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria, mengatakan usulan pembentukan Dewas IDI sudah menjadi bahasan sejak Muktamar IDI tahun 2013 hingga Muktamar IDI 2022.
Namun, pembentukan Dewas IDI menurutnya tidak bisa dilakukan begitu saja melalui putusan Ketua IDI. Pembentukan dewas harus melalui forum kesepakatan dalam muktamar.
"Pada prinsipnya, IDI siap untuk siapa saja menjadi dewas agar kegiatan-kegiatan organisasi IDI tidak difitnah atau dicurigai tentang hal-hal yang tidak pernah kita lakukan," kata Beni.
Beni pun menekankan, segala kegiatan atau keputusan yang dilaksanakan IDI berlandaskan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan tata laksana organisasi yang secara badan hukum telah diakui negara.
(khr/tsa)