ICW: Firli Harus Tanggung Jawab atas Sengkarut Etik di KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus bertanggung jawab terkait sengkarut permasalahan etik di internal KPK.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, berpendapat Firli sebagai pimpinan tertinggi lembaga antirasuah gagal menjaga nilai-nilai integritas. Terlebih, pensiunan jenderal polisi bintang tiga tersebut pernah dinyatakan terbukti melanggar kode etik terkait penggunaan helikopter mewah.
"Firli harus bertanggung jawab atas maraknya pelanggaran etik mulai dari bawahan sampai tingkat pimpinan," ujar Kurnia kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Selasa (19/4).
Selain Firli, Kurnia juga menyoroti Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang paling banyak diadukan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku. Menurut Kurnia, kedua orang tersebut menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kebobrokan KPK saat ini.
Berkaca dari hal tersebut, Kurnia memberikan solusi agar KPK tidak semakin mengalami degradasi.
"Maka dari itu, untuk menyelamatkan KPK, dua orang tersebut harus hengkang dan menanggalkan jabatannya sebagai pimpinan," tutur Kurnia.
"Sebab, jika tidak, dua orang tersebut hanya menjadi benalu yang kian mengikis harapan masyarakat terhadap lembaga pemberantasan korupsi," sambung dia.
Sebagai informasi, pada pekan terakhir bulan September 2020, Dewan Pengawas KPK menghukum Firli dengan sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II atas penggunaan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020, Teguran Tertulis II berlaku selama 6 bulan.
Pasal 12 aturan tersebut menyatakan bahwa insan komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.
Sementara Lili dikenakan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.
Lili terbukti melakukan komunikasi langsung dengan pihak berperkara di KPK yaitu Wali Kota Tanjungbalai, M. Syahrial.
Lili juga terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
Hal itu terkait dengan pembayaran uang jasa pengabdian Ruri sejumlah Rp53.334.640,00.
Itu bukan satu-satunya kasus etik yang menyeret Lili. Setidaknya ada tiga laporan yang melibatkan Lili masuk ke Dewan Pengawas KPK.
Satu di antaranya terkait dengan dugaan gratifikasi atau penerimaan fasilitas berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP Mandalika 18-20 Maret 2022 dari salah satu perusahaan BUMN.
Selain kasus etik pimpinan, Dewan Pengawas KPK juga pernah menyidangkan perkara etik pegawai mulai dari kasus pemerasan, perselingkuhan, hingga pencurian barang bukti emas seberat 1,9 kilogram.
(ryn/bmw)