RF mengaku rindu berkelahi dengan guru sekolahnya, terkhusus guru matematika yang sering mengomelinya dulu. Kini, ia masih berharap untuk melanjutkan pendidikannya yang sempat putus di kelas 3 SD.
RF bercita-cita menjadi pemain sepak bola, striker atau penyerang jadi posisi kesukaannya. Bertanding sepak bola telah menjadi rutinitas kala ia masih bebas di luar sana.
Tak jauh berbeda, NR juga ingin menjadi pemain bola, khususnya posisi bek atau pemain bertahan. Impiannya selaras dengan pelajaran kesukaannya, olahraga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Realita di depan mata jelas tak sama dengan impian yang ada dalam benak. Mengaku telah pasrah, pelaku tawuran maut ini akan membayar akibat perbuatannya. Kendati demikian, mereka tak pernah menyangka akan ditangkap karena beranggapan masih anak kecil.
"Saya dulu belum sempet berpikir sebelum tawuran itu. Saya mikirnya saya kan masih kecil. Jadi, 'Ah saya masih kecil nih, gak mungkin ketangkep gitu, palingan dilolosin,' eh tau-taunya sekarang (ketangkep)," tutur NR.
"Saya takut dipenjara," kata RF lagi-lagi dengan suara pelan. Adapun yang ia takutkan adalah diberi makan nasi kering saat dipenjara.
Berbeda dengan bayangan penjara bagi NR. Penjara dalam benaknya ialah sebuah tempat yang sempit yang tak bisa menonton TV dan tak bisa bebas melakukan berbagai kegiatan.
Sementara ini, mereka berada di Balai Panasea Jakarta, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur sebagai titipan. Adapun menurut Pembimbing Permasyarakatan Bapas Widya, para pelaku akan dititipkan hingga nanti memasuki proses peradilan.
Sebagai informasi, para pelaku tawuran maut ini adalah J (13), R (16), AN (15), GEF (14), SR (13), NR (13), RR (12) dan RF (13). Mereka dikenakan pasal 170 dan 358 KUHP dengan ancaman hukuman di atas tujuh tahun penjara.