Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Anwar Hafid menilai penggantian gorden rumah dinas tidak tepat untuk dilakukan saat ini.
Menurutnya masyarakat sedang berusaha bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 yang melanda selama dua tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gorden itu memang sebetulnya sudah lama perlu penggantian. Namun, menurut saya timing-nya yang tidak tepat. Masyarakat sedang berusaha bangkit dalam keterpurukan pandemi," kata Anwar kepada wartawan, Rabu (11/5).
Dia menerangkan masalah penggantian gorden rumah dinas yang bakal memakan anggaran Rp43,5 miliar tersebut terkait dengan kepatutan.
Menurut Anwar, anggaran negara seharusnya digunakan untuk hal yang lebih penting, bukan penggantian gorden rumah dinas DPR.
"Ini soal kepatutan, tidak elok rakyat sedang susah, anggota dewan urusi soal perbaikan gorden, kontradiktif. Memang sudah waktunya perlu diganti, tapi menurut saya timing-nya tidak tepat," ujar Anwar.
"Sistem prioritas lah. Dalam kondisi sekarang sistem anggaran negara harus prioritas dahulukan yang penting," sambungnya.
Terkait masalah tender, Anwar menambahkan, Setjen DPR seharusnya mempertimbangkan untuk memilih harga yang paling murah dan efisien.
"Melihat sistem tender itu (harusnya) efisien pertimbangan harga yang lebih murah. Ya, tapi harga efisien itu belum tentu pemenangnya profesional. Jangan sampai terlalu murah lalu jadi persoalan," ucap dia.
Tender gorden rumah dinas DPR menjadi polemik usai DPR menetapkan PT Bertiga Mitra Solusi sebagai pemenang dengan nilai tawaran Rp43,5 miliar. Padahal, ada dua perusahaan lain yang mengajukan harga lebih murah.
Publik juga mengkritik karena anggaran yang dipakai sangat besar hanya untuk pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR di Kalibata.
Merespons hal ini, Sekjen DPR Indra Iskandar menerangkan bahwa gorden, vitrase, dan blind yang digunakan saat ini di rumah dinas anggota DPR di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan merupakan hasil dari proses pengadaan atau lelang pada 2010.
Menurutnya, banyak gorden, vitrase, dan blind di rumah dinas anggota dewan yang kondisinya sudah lapuk dan rusak saat ini.
"Dengan demikian usia atau masa pemakaiannya sudah 12 tahun, sehingga sudah banyak yang lapuk dan rusak," kata Indra dalam keterangannya yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (9/5).
Dia menjelaskan, banyak anggota dewan yang sebenarnya telah mengajukan penggantian gorden, vitrase, dan blind sejak 2020.
Namun, lanjutnya, pihaknya tidak bisa memenuhi permintaan tersebut karena belum membuat alokasi anggarannya.
(mts/pmg)