Bupati Bima Indah Damayanti Putri dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dalam pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri membenarkan pihaknya menerima laporan tersebut. KPK, terang dia, akan menelaah dan melakukan verifikasi.
"Betul. Berikutnya kami akan telaah dan verifikasi lebih dahulu laporan dimaksud," ujar Ali, Senin (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan dibuat menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait dugaan penyimpangan dalam proyek dimaksud senilai Rp8,4 miliar.
Pihak pelapor bernama Syahrul Rizal, Koordinator Lawan Institute yang mengaku sebagai orang asli Bima. Ia diwakili oleh kuasa hukumnya Muhammad Mualimin dalam membuat laporan ke KPK.
"Kedatangan kami hari ini adalah untuk melaporkan kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Bima yang menurut laporan hasil pemeriksaan BPK Provinsi itu," ujar Mualimin kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Selain bupati, terdapat tiga pihak lain yang menjadi terlapor dalam aduan ini, yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Bima Taufik HAK, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) M. Taufik, dan Direktur PT Brahmakerta Adiwira H. Yufizar.
Mualimin turut membawa hasil laporan BPK NTB yang menemukan dugaan penyimpangan terkait proyek pembangunan Masjid Agung Bima dalam laporannya ke KPK.
Berdasarkan hasil audit BPK NTB atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bima tahun 2021, ada tiga temuan penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah senilai Rp8,4 miliar.
"Potensial merugikan Rp8,4 miliar keuangan negara dikarenakan pembangunan Masjid Agung Bima ini dikerjakan oleh PT Brahmakerta Adiwira yang dalam penelusuran kami ternyata PT ini sering kali mengerjakan proyek itu telat dan dia berkali-kali di-blacklist," tutur Mualimin.
Pembangunan Masjid Agung Bima (multiyears) menyedot anggaran Rp78.020.000.000. Proyek dikerjakan PT Brahmakerta Adiwira. Adapun jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 547 hari kalender sampai dengan 8 September 2021.
Akan tetapi, ada keterlambatan pengerjaan dan tak ada sanksi denda.
"Total pagu [anggaran] itu Rp78 miliar lebih, tapi dalam waktu satu tahun yang harusnya diselesaikan oleh PT ini tidak berhasil diselesaikan, akhirnya meminta perpanjangan sampai delapan kali," ucap Mualimin.
"Ternyata PT ini hingga delapan kali tidak mendapatkan sanksi dan masih dipertahankan," imbuhnya.
(ryn/isn)